Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertarungan Para Peritel Jelang Akhir Tahun

Momentum akhir tahun, khususnya jelang Natal dan Tahun Baru, secara siklus selalu menjadi periode yang ditunggu-tunggu para pelaku industri ritel modern dan perdagangan elektronik.
Suasana Natal di pusat perbelanjaan/Antara
Suasana Natal di pusat perbelanjaan/Antara

Bisnis.com, JAKARTA -- Momentum akhir tahun, khususnya jelang Natal dan Tahun Baru, secara siklus selalu menjadi periode yang ditunggu-tunggu para pelaku industri ritel modern dan perdagangan elektronik.

Bagaimana tidak? Periode tersebut menjanjikan peluang bagi para pebisnis ritel untuk menaikkan penjualannya. Terlebih, setelah dalam dua tahun terakhir, kondisi bisnis ritel Tanah Air terpuruk di mana pertumbuhannya tak pernah mencapai 10%.

Lesunya bisnis ritel itu sedikit banyak dipicu oleh terjadinya perubahan pola berbelanja konsumen ke platform daring serta karena tren daya beli konsumen yang terus menurun.

Seperti halnya tahun-tahun sebelumnya, akhir tahun ini pun para pebisnis ritel menggantungkan harapan yang begitu tinggi akan terjadinya peningkatan daya beli konsumen sehingga berdampak pada pertumbuhan penjualan yang lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu.

Apalagi, para peritel yakin momentum jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) akan menjadi ladang cuan setelah berkaca pada kesuksesan penjualan pada kuartal II/2018 atau saat Ramadan dan Idulfitri.

Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), pada Ramadan dan Lebaran tahun ini, pertumbuhan penjualan ritel mencapai dua digit yakni sebesar 15% hingga 18%. Angka itu naik jika dibandingkan dengan capaian pertumbuhan penjualan saat Hari Raya tahun lalu yang hanya 5%.

Pertumbuhan ritel yang mulai membaik hingga pertengahan tahun ini menjadi angin segar para pengusaha untuk meraup untung hingga akhir tahun.

Sayangnya, kondisi ekonomi yang tak menentu—terlebih nilai tukar rupiah yang sempat tinggi pada kuartal III/2018—membuat para konsumen memilih menahan uang mereka untuk berbelanja yang tentunya berdampak pada penjualan ritel modern dan dagang-el.

Berdasarkan survei Nielsen Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia pada kuartal III/2018 mencapai level 126, turun satu poin dari kuartal sebelumnya yang menyentuh level 127.

Keyakinan konsumen Indonesia pada Juli—Oktober tahun ini termasuk rendah apabila dibandingkan dengan negara lain seperti  India (130), Vietnam (129), dan Malaysia (127).

Ketiga negara tersebut mengalami kenaikan IKK yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, dimana pada kuartal II/2018 India meraih indeks sebesar 124 poin, Vietnam 120 poin, dan Malaysia 117 poin.

"Pada kuartal IV/2018, konsumen sebenarnya Indonesia masih optimistis. Kalaupun IKK turun, penurunannya tak begitu banyak dan relatif stabil," ujar Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin kepada Bisnis.com, Selasa (11/12/2018). 

IKK pada kuartal III/2018 ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni prospek lapangan kerja lokal yang meningkat 2% menjadi 73% dari kuartal sebelumnya, keadaan keuangan pribadi yang menurun 3% menjadi 79%, dan keinginan untuk berbelanja dalam 12 bulan ke depan yang juga menurun sebesar 6% dari 63%.

Selain itu, sentimen konsumen daring Indonesia mengenai keadaan resesi ekonomi meningkat cukup signifikan. Buktinya, pada kuartal ketiga ini, 61% konsumen setuju bahwa negara sedang berada dalam kondisi resesi ekonomi. Angka ini meningkat 5% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

"Menabung dan berinvestasi masih selalu jadi pilihan utama konsumen dalam memanfaatkan sisa dana setelah memenuhi kebutuhan hidup yang utama," katanya. 

Pada kuartal III/2018, 63% konsumen memilih untuk mengalokasikan dana cadangan untuk menabung, lalu 32% memilih untuk menggunakannya untuk berlibur, dan 29% memilih untuk berinvestasi di saham atau reksadana.

"Ini karena meningkatnya sentimen konsumen mengenai resesi ekonomi sejak kuartal terakhir tahun lalu sehingga perlu diperhatikan baik oleh pemerintah maupun oleh para pelaku industri," ucap Agus.

Perlu ada usaha-usaha lebih keras dari pemerintah untuk membuat konsumen tidak menganggap bahwa negara sedang dalam keadaan resesi ekonomi. Salah satunya dengan menjaga stabilitas politik menjelang pemilu tahun depan. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa stabilitas politik akan memengaruhi keadaan ekonomi. Pasalnya, apabila suhu politik dapat tetap terjaga atau bahkan dapat menjadi lebih dingin maka konsumen akan lebih percaya diri dan sentimen mengenai resesi ekonomi akan dapat menurun.

LEBIH BAIK

Menanggapi laporan tendensi konsumen tersebut, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menuturkan, kondisi penjualan ritel dan dagang-el sepanjang tahun ini sebenarnya lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. 

Penurunan keyakinan masyarakat pada kuartal III tahun ini dinilainya lebih dipicu oleh sentimen pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, sehingga membuat masyarakat menahan hasrat berbelanja dan memilih untuk menabung. 

Diperkirakan, IKK pada kuartal IV/2018 sedikit meningkat  karena momentum akhir tahun yang membuat konsumen melakukan belanja lebih besar dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. 

Namun, peningkatan optimisme belanja masyarakat pada akhir tahun diperkirakan tak lebih besar dari momentum Lebaran kemarin. Hal itu dikarenakan banyak pelaku usaha yang telah menaikkan harga jual produknya sehingga berdampak negatif pada belanja masyarakat.

Menurut Eko, yang harus dilakukan pemerintah untuk menarik minat konsumen melakukan belanja adalah dengan menjaga harga pangan karena ini salah satu faktor utama penjaga keyakinan konsumen.

Selain itu, stabilitas nilai tukar pada akhir tahun harus dijaga karena ada kecenderungan konsumsi masyarakat meningkat pada momentum tutup tahun. Lalu, pemerintah harus mendorong produk lokal untuk memenuhi konsumsi akhir tahun dan mengendalikan impor.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, momentum akhir tahun memang diharapkan dapat menaikan penjualan ritel sepanjang tahun ini.

Meski ada kekhawatiran daya beli konsumen masih menurun pada kuartal ketiga, dia tetap meyakini masyarakat tetap akan mengeluarkan uang mereka untuk berbelanja pada momentum akhir tahun. 

Seberapa pun pendapatan yang diperoleh masyarakat, dpasti akan dibelanjakan. Terlebih, momentum akhir tahun juga digunakan sebagai kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga.

"Kami berharap konsumen tetap optimistis dengan kondisi ekonomi Tanah Air sehingga mau membelanjakan uangnya pada akhir tahun," ucapnya. 

Sepanjang tahun ini, lanjutnya, kondisi bisnis ritel mengalami memang mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.  Tahun lalu, pertumbuhan bisnis ritel tak lebih dari 7%. Tahun ini, meski diperkirakan belum mampu memperoleh pertumbuhan di atas 10%, Tutum yakin pertumbuhan bisnis ritel akan membaik dari tahun lalu.

"Tahun ini pertumbuhan berkisar di 8% hingga 10%. Belum bisa lebih 10%. Ada sedikit perbaikan dari tahun lalu setelah jatuh begitu dalam. Ini karena berbagai faktor, nilai tukar rupiah, ekonomi global, dan kondisi internal yang bermasalah," tutur Tutum

Secara terpisah, Ketua Umum Aprindo Roy Mandey memproyeksikan pertumbuhan penjualan saat Nataru tahun ini dapat mencapai 12% hingga 13%. Tahun lalu, pertumbuhan penjualan saat momentum akhir tahun mencapai 8% hingga 9%.

"Dengan kenaikan penjualan pada akhir tahun ini, tentu berdampak besar pada perbaikan kondisi ritel sepanjang tahun ini," katanya.

Adapun, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa menuturkan, salah satu cara agar konsumen tetap berbelanja dan memanfaatkan momentum akhir tahun yakni dengan program berbelanja luring dengan harga sama dengan belanja daring.

"Pada momentum 12.12 [hari ini] kami juga lakukan program belanja luring tetapi harganya sama seperti di platform dagang-el, sama seperti pemberian diskon Harbolnas [Hari Belanja Online Nasional]," ujarnya.

Director Investor Relations & Corporate Communication PT Mitra Adiperkasa (MAPI) Fetty Kwartati juga mengungkapkan terdapat perbaikan kinerja ritel sepanjang tahun ini terutama untuk segmen menengah hingga menengah ke atas. Kondisi pertumbuhan penjualan pada tahun ini pun lebih baik yakni diproyeksikan mencapai 18%

Di sisi lain, Ketua Umum Indonesia E-commerce Asociation (IdEA) Ignatius Untung berpendapat penjualan secara daring tak mengalami perlambatan pertumbuhan sepanjang tahun ini.

"Meski nilai tukar rupiah sempat berfluktuasi, dan harga beberapa produk naik, tapi tidak berkurang jumlah masyarakat yang berbelanja daring dan kami perkirakan makin banyak yang berbelanja pada momentum akhir tahun dan Harbolnas," tuturnya. 

Memang, mau tak mau, pelaku industri ritel dan dagang-el tengah putar otak mencari strategi jitu agar bisnis mereka tetap eksis dan memperoleh cuan di tengah kondisi ekonomi yang tak menentu. Terlebih, mereka dihadapkan pada tantangan yang sulit dikendalikan, yaitu perubahan preferensi masyarakat yang lebih memilih menabung dan berlibur ketimbang berbelanja. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper