Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyarankan program cetak sawah baiknya mendapat pengawasan terhadap potensi pelanggaran.
Uchok menegaskan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bisa saja melakukan investigasi jika memang ada dugaan pelanggaran, menurutnya dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
"Program cetak sawah ini ada potensi penyimpangan jika berimbas tidak berhasil," kata Uchok.
Sinergitas antarlembaga penegak hukum dengan BPK menurut Uchok merupakan kunci dalam menelusuri jika ada dugaan penyimpangan dalam penggunaan anggaran. Untuk itu, aparat hukum harus kreatif menelusuri cetak sawah ini.
Senada, Anggota Komisi IV DPR Oo Sutisna mengatakan, alih fungsi lahan pertanian yang sangat masif di Jawa seharusnya menjadi dasar alasan kuat bagi Kementan melakukan evaluasi program cetak sawah dan melaporkannya ke publik.
“Kita harus segera lihat pencetakan sawah itu sudah berjalan lancar atau belum? Selama ini kan terlihat cetak sawah tergesa-gesa. Harusnya bukan hanya dilihat luasan cetak sawahnya, dipikirkan juga airnya dari mana, tingkat kesuburan tanahnya, dan kemampuan masyarakat di situ yang mau menjadi petani,” tuturnya.
Politisi Gerindra ini mengatakan, Bupati, Walikota atau Gubernur di daerah yang menjadi sasaran program cetak sawah bisa melaporkan perkembangan cetak sawah. “Apakah berjalan atau tidak, kendalanya apa, ini harus dilaporkan dong. Jangan malu kalau tidak jalan, masalahnya di mana?” tuturnya.
Dia mengatakan DPR mendukung program cetak sawah, asal dilakukan tepat sasaran dan efektif. Karenanya, ia mendukung untuk adanya audit.
Kondisi riil sawah di Tanah Air diungkapkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Kementerian ini mengungkapkan, tiap tahun area persawahan diprediksikan terus berkurang.
BPN juga menegaskan untuk mencegah pengurangan lahan memang tidak bisa dilawan dengan program cetak sawah semata. Bahkan, diperkirakan tahun depan lahan sawah di Indonesia bisa berkurang lagi sampai 1,4 juta hektare.
"Ini saja yang dari hasil terbaru 2018 itu kan 7,1 juta hektare ya dari citra satelit. Tapi ke depannya diprediksi bisa berkurang lagi sampai 20%," ungkap Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Pertanian Kementerian ATR/BPN, Vevin S Ardiwijaya.