Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kebijakan Impor Pemerintah Dinilai Tumpul

Peningkatan penerimaan bea masuk atas barang impor pada bulan November mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah terkait dengan pengendalian impor melalui pengenaan PPh terhadap 1.147 barang konsumsi belum efektif. 
Tumpukan kontainer yangdi terminal peti kemas di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta./JIBI-Nurul Hidayat
Tumpukan kontainer yangdi terminal peti kemas di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA –  Peningkatan penerimaan bea masuk atas barang impor pada bulan November mengindikasikan bahwa kebijakan pemerintah terkait dengan pengendalian impor melalui pengenaan PPh terhadap 1.147 barang konsumsi belum efektif. 

Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengungkapkan kebijakan pemerintah lemah karena kebijakannya hanya menyasar pajak impornya saja bukan bea masuknya. 

"Karena naiknya pajak sehingga tidak otomatis berkurang impornya, terutama untuk luxury goods," tegas Bhima, Senin (26/11).

Dia meyarankan agar pemerintah mencoba untuk mengunakan pendekatan non-tariff barrier, salah satunya dengan pengawasan barang lebih lama di border atau merevisi beberapa jalur prioritas. Menurutnya, pemerintah juga harus berani meninjau ulang jalur-jalur prioritas bagi impor besi baja dan mesin. 

"Harus dikembalikan ke border," ujarnya. Bhima yakin upaya ini tidak akan menganggu daya saing investasi, karena barang-barang yang diteliti adalah barang impor di luar keperluan pembangunan infrastruktur. Kali ini, dia menegaskan pemerintah harus mau mengalah. 

Pada September 2018, pemerintah menetapkan perubahan tarif PPh pasal 22 Impor atas sejumlah jenis barang impor seperti yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 110 Tahun 2018. Kebijakan ini merupakan salah satu langkah untuk mengurangi impor yang menjadi penyebab membengkaknya transaksi berjalan tahun ini. 

Selain kebijakan yang belum efektif, Bhima melihat kencangnya konsumsi masyarakat jelang Natal dan tahun baru 2019 turut memberikan andil. 

"Faktor seasonal karena akhir tahun permintaan bahan baku penolong industrinya tinggi untuk stok produksi awal 2019," kata Bhima. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper