Bisnis.com, JAKARTA - Paket Kebijakan ekonomi jilid XVI telah diluncurkan oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution.
Paket tersebut, yaitu Perluasan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan ( Tax Holiday ), Peninjauan Devisa Hasil Expor ( DHE) Hasil Sumber Daya Alam dan Relaksasi Daftar Negatif Investasi ( DNI).
Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Nita Yudi mengkhawatirkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI bakal mengancam sektor UMKM.
"Saya tidak menyetujui tentang Relaksasi DNI yang imbasnya bisa langsung terkena kepada UMKM sementara IWAPI yang saya pimpin dengan anggotanya yang hampir 98% adalah pelaku UMKM. UMKM
ini merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia terutama pada saat krisis moneter dan cukup tanguh serta penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak, situasi ini tidak sejalan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo yg pro kepada UMKM, Kata Nita Yudi dalam keterangan tertulis.
Nita menambahkan Beberapa kebijakan Presiden Jokowi yang Pro UKM dimulainya dari penurunan suku bunga KUR yang saat ini sudah menjadi 7% lalu pajak UMKM menjadi 0,5% dari omzet serta beberapa kemudahan untuk UMKM lainnya.
"Saya mengimbau kepada Para Menteri terkait khususnya Menteri Kordinator Bidang Perekonomian
Darmin Nasution untuk meninjau kembali dan menunda kebijakan tersebut karena dinilai mengancam dan bisa mematikan Usaha Kecil Menengah kita " Ujar Nita.
Saat ini IWAPI dengan KADIN bidang pemberdayaan perempuan akan meluncurkan program Inkubator khusus menciptakan lebih banyak lagi perempuan pengusaha dan menaikkan kelas para perempuan pengusaha dikelas mikro ke kelas kecil dan menengah dimana ini akan meningkatkan jumlah para pengusaha di Indonesia yang hasilnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi negara Indonesia.
Ini sesuai dengan himbauan Presiden Jokowi saat meresmikan RAKERNAS IWAPI XXVIII di padang pada bulan Oktober lalu, dimana negara ini masih sangat banyak memerlukan perempuan pengusaha dan harus berani ekspor.
Bila kita melihat Data tentang investasi asing di Indonesia memang masih sangat kecil dibandingkan ukuran perekonomian kita ( terkecil di Asia Tenggara).
Sehubungan di tengah kesulitan pembiayaan dalam negeri, investasi asing adalah solusinya. Apalagi mengingat kita adalah negara berkembang yang butuh biaya besar untuk membangun.