Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mulai mencairkan secara bertahap tambahan subsidi energi khususnya solar sebagai bagian dari kebijakan penyesuaian besaran subsidi solar yang semula Rp500 menjadi Rp2.000 per liter.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan bahwa saat ini sudah mulai dicairkan guna menutup beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah sebagai imbas dari penyesuaian bedaran subsidi tersebut.
"Sudah mulai dicairkan, kemarin [pekan lalu] sudah dilaporkan dalam laporan APBN," kata Askolani kepada Bisnis, Rabu (21/11/2018).
Dalam catatan Bisnis, outlook subsidi energi 2018, pemerintah memperkirakan konsumsi subsidi BBM untuk jenis solar tak sesuai target APBN 2018 atau hanya 14 juta kiloliter dari target sebesar 15,6 juta kiloliter. Outlook konsumsi subsidi solar ini juga konsisten dengan tren beberapa tahun belakangan yang menunjukkan bahwa konsumsi solar selalu di bawah target APBN.
Meski demikian, lantaran pengaruh harga minyak yang telah melonjak dari asumsi APBN 2018, jika dihitung dengan asumsi minyak US$73 per barel dan nilai tukar rupiah pada angka Rp13.973 per dolar Amerika Serikat, outlook subsidi solar membengkak cukup signifikan dari Rp7,8 triliun menjadi Rp34,1 triliun.
"Untuk sampai Oktober saya belum tahu angka pastinya, tetapi mulai dicairkan," jelasnya.
Berdasarkan Data Kementerian Keuangan, belanja subsidi sampai Oktober 2018 mencapai Rp160,36 triliun atau 102,6% dari pagu belanja subsidi yang dipatok sebesar Rp156,23 triliun. Realisasi belanja subsidi energi ini naik cukup signifikan dibandingkan dengan belanja subsidi September yang mencapai Rp123,4 triliun.