Bisnis.com, JAKARTA - Sebelum nantinya bisa terbang kembali, sejumlah pekerjaan rumah mesti dituntaskan oleh Merpati Nusantara Airlines.
Salah satu persoalan yang perlu dituntaskan yakni mengenai mekanisme privatisasi.
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) (Persero) Henry Sihotang mengatakan bahwa di dalam BUMN ada ketentuan-ketentuan terkait perusahaan melakukan sesuatu hal, termasuk privatisasi.
"Iya begitu rencananya [privatisasi]," kata Henry kepada Bisnis, Selasa (20/11/2018).
Informasi yang dihimpun, investor yang akan masuk ke perusahaan penerbangan pelat merah itu rencananya akan menjadi pemegang saham mayoritas. Dengan masuknya investor tersebut, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, perusahaan tersebut harus melalui sejumlah tahapan yang diatur dalam ketentuan mengenai privatisasi.
Kepastian mengenai privatisasi ini juga akan menentukan masa depan Merpati Nusantara Airlines selanjutnya.
Sebelumnya, dalam Workshop Media di Banyuwangi, Jawa Timur pekan lalu, Henry memaparkan dari sisi bisnis jika Merpati terbang kembali sebenarnya, efek downside-nya tidak terlalu besar. Justru kalau Merpati bisa berjalan kembali, efek upside - nya akan besar, sehingga akan memberikan keuntungan bagi beberapa pihak.
Henry menyebut, pascaputusan Putusan Pengadilan Niaga Surabaya yang mengabulkan proporsal perdamaian dengan para kreditur, Merpati Airlines sekarang tinggal mengurus berbagai persiapan untuk terbang kembali. Termasuk, perizinan untuk terbang kembali ke Kemenhub.
Apabila itu bisa berjalan, setidaknya ada empat keuntungan yang didapatkan ke negara. Pertama, para kreditur ada harapan kembali untuk mendapatkan keuntungan kembali. Kedua, jumlah investasi yang akan masuk cukup besar.
Ketiga, efek ke beberapa sektor misalnya ke penyerapan tenaga kerja juga besar. Keempat, imbas ke penerimaan negara misalnya pajak, karena kalau bisa beroperasi kembali akan menghasilkan aktivitas ekonomi.