Bisnis.com, JAKARTA -- Para produsen kemasan memperkirakan material plastik menyumbang 60% dari industri ini yang bernilai Rp87 triliun tahun ini.
Hengky Wibawa, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengemasan Indoneska menuturkan material plastik merupakan bahan yang paling ideal untuk kemasan saat ini. Selain tahan lama, material ini juga dapat didesain sesuai kebutuhan dan kedap.
"Sehingga ada banyak produk yang kemudian mengalihkan kemasannya ke plastik," kata Hengky di Jakarta dikutip Jumat (16/11/2018).
Menurut dia terdapat tiga isu besar dalam industri yang terus menerus dibenahi sehingga terjadi peralihan tren material. Isu itu meliputi ketepatan fungsi design, penggunaan bahan yang lebih ramah lingkungan, serta bahan baku yang lebih efisien.
"Sekarang secara volume [jumlah kemasan yang diproduksi] bertambah namun biaya produksinya lebih rendah," katanya.
Menurut dia, dari konsep ini kemasan kaleng hanya akan semakin terbatas pada produk tertentu. Pasalnya untuk kaleng relatif tidak praktis baik dalam membuka maupun memproduksinya ataupun dalam proses daur ulang.
"Perkembangan gaya hidup membuat konsumen memperhatikan kenyamanan dan kesehatan," katanya.
Dengan tantangan yang dihadapi ini, asosiasi mencatat dalam 3 tahun terakhir pertumbuhan permintaaan produk kemasan di bawah eskpektasi.
"Kami tetap tumbuh namun melambat. Tumbuhnya sekitar 5%-6%," katanya.
Sedangkan untuk 2019, dia mengharapkan industri kembali pada performa terbaiknya dimana dapat tumbuh rata-rata di atas 10%.
"Tentu kami optimis asal hambatannya ditanggulangi termasuk dari regulasi [rencana Kementerian Keuangan mengenakan cukai pada plastik]," katanya.
Sementara itu Kementerian Perindustrian menegaskan menolak rencana pengenaan cukai atas plastik. Pasalnya kata Direktur Industri Kimia Hilir, Taufiek Bawazier esensi cukai adalah mengendalikan atas produksi.
"Padahal plastik bahan bakunya impor 40%-60%," katanya.
Menurut Taufiek, jika pemerintah merealisasikan cukai 10% pada plastik akan diperoleh pendapatan negara sebesar Rp2,3 triliun. Beban ini akan diteruskan ke konsumen yang pada akhirnya akan mendorong inflasi.
Menurut dia, cukai atas plastik baru relevan dikenakan jika Indonesia telah mandiri dalam bahan baku. "Kalau bahan baku sudah cukup maka silahkan dicukai," katanya.
"Sehingga ada banyak produk yang kemudian mengalihkan kemasannya ke plastik," kata Hengky di Jakarta dikutip Jumat (16/11/2018).
Menurut dia terdapat tiga isu besar dalam industri yang terus menerus dibenahi sehingga terjadi peralihan tren material. Isu itu meliputi ketepatan fungsi design, penggunaan bahan yang lebih ramah lingkungan, serta bahan baku yang lebih efisien.
"Sekarang secara volume [jumlah kemasan yang diproduksi] bertambah namun biaya produksinya lebih rendah," katanya.
Menurut dia, dari konsep ini kemasan kaleng hanya akan semakin terbatas pada produk tertentu. Pasalnya untuk kaleng relatif tidak praktis baik dalam membuka maupun memproduksinya ataupun dalam proses daur ulang.
"Perkembangan gaya hidup membuat konsumen memperhatikan kenyamanan dan kesehatan," katanya.
Dengan tantangan yang dihadapi ini, asosiasi mencatat dalam 3 tahun terakhir pertumbuhan permintaaan produk kemasan di bawah eskpektasi.
"Kami tetap tumbuh namun melambat. Tumbuhnya sekitar 5%-6%," katanya.
Sedangkan untuk 2019, dia mengharapkan industri kembali pada performa terbaiknya dimana dapat tumbuh rata-rata di atas 10%.
"Tentu kami optimis asal hambatannya ditanggulangi termasuk dari regulasi [rencana Kementerian Keuangan mengenakan cukai pada plastik]," katanya.
Sementara itu Kementerian Perindustrian menegaskan menolak rencana pengenaan cukai atas plastik. Pasalnya kata Direktur Industri Kimia Hilir, Taufiek Bawazier esensi cukai adalah mengendalikan atas produksi.
"Padahal plastik bahan bakunya impor 40%-60%," katanya.
Menurut Taufiek, jika pemerintah merealisasikan cukai 10% pada plastik akan diperoleh pendapatan negara sebesar Rp2,3 triliun. Beban ini akan diteruskan ke konsumen yang pada akhirnya akan mendorong inflasi.
Menurut dia, cukai atas plastik baru relevan dikenakan jika Indonesia telah mandiri dalam bahan baku. "Kalau bahan baku sudah cukup maka silahkan dicukai," katanya.