Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengelolaan Perhutanan Sosial Kekurangan 1.400 Pendamping

Pengelolaan perhutanan sosial di Indonesia masih memerlukan sekitar 1.400 pendamping untuk lebih memberdayakan pemanfaatan lahan.
Presiden Joko Widodo memanen jagung bersama petani saat panen raya jagung di Perhutanan Sosial, Ngimbang, Tuban, Jawa Timur, Jumat (9/3/2018)./ANTARA-Zabur Karuru
Presiden Joko Widodo memanen jagung bersama petani saat panen raya jagung di Perhutanan Sosial, Ngimbang, Tuban, Jawa Timur, Jumat (9/3/2018)./ANTARA-Zabur Karuru

Bisnis.com, DENPASAR — Pengelolaan perhutanan sosial di Indonesia masih memerlukan sekitar 1.400 pendamping untuk lebih memberdayakan pemanfaatan lahan.
 
Direktur Jenderal (Dirjen) Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Supriyanto mengatakan dalam program Nawa Cita secara nasional telah ditetapkan perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare (ha). Jumlahnya kemudian ditambah menjadi 13,4 juta ha.
 
Kendati begitu, saat ini baru 2,17 juta ha yang tergarap yang meliputi 5.092 lokasi di seluruh Indonesia, melibatkan 500.000 Kepala Keluarga (KK) atau sekitar 2 juta orang.
 
“Ya, jumlahnya masih kecil, harus bersabar, yang penting lokasinya sudah siap,” ujarnya, Rabu (13/11/2018).
 
Menurut Bambang, pendistribusian lahan perhutanan sosial harus jelas untuk masyarakat sasaran sesuai dengan nama dan alamat. Inilah yang menjadi penyebab masih rendahnya distribusi.
 
Selain itu, lahan hutan yang dimaksud harus clear and clean serta bebas dari konflik.

Saat ini, baru ada sekitar 3.600 pendamping petani penggarap lahan. Setidaknya masih diperlukan 1.400 pendamping di seluruh Indonesia.
 
KLHK mengaku telah menyampaikan secara terbuka kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga donor, dan masyarakat luas untuk bergabung menjadi pendamping.
 
“Syaratnya, harus mempunyai kompetensi penyuluh perhutanan sosial dengan mengikuti in house training selama 20 jam untuk menguasai 7 modul,” terangnya.
 
Bambang menyatakan jika seluruh lahan yang disiapkan bisa terserap, maka akan mampu melibatkan 3 juta KK atau 12 juta orang. Artinya, program ini akan membantu mengurangi angka kemiskinan.

Di sisi lain, KLHK menuturkan belum melakukan analisis atas nilai perdagangan komoditas perhutanan sosial secara nasional. Tetapi, Dosen Fakultas Kehutanan UGM Mundrajat telah melakukan penelitian di Yogyakarta, Lampung, dan Kalimantan Timur (Kaltim).
 
Penggarap perhutanan sosial di Lampung rata-rata berpendapatan Rp28 juta per tahun atau Rp2,3 juta per bulan per KK atau Rp583.000 per orang. 
 
Jika merujuk angka kemiskinan versi Badan Pusat Statistik (BPS) yang sebesar Rp401.000 per bulan, maka perhutanan sosial di Lampung dinilai terbukti membantu pengentasan kemiskinan.
 
Dalam penelitian tersebut juga terungkap indikator fisik yakni rumah permanen mencapai 49% dan rata-rata keluarga memiliki 2 sepeda motor, bahkan ada yang mempunyai kendaraan roda empat.

Kesadaran masyarakat untuk menjaga hutan juga meningkat karena masyarakat menjadi nyaman dalam bekerja. Dengan demikian, perencanaan komoditas pun bisa dilakukan dengan baik.
 
Petani penggarap disebut dapat menanam komonitas dengan prospek yang jelas, harga wajar, dan memiliki pasar yang jelas.
 
 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper