Bisnis.com, JAKARTA - Mulai 1 Janauri 2020, kapal yang berlayar di perairan internasional wajib menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur tidak boleh melebihi 0,5% m/m. Pada saat yang sama, kapal yang dioperasikan di daerah emission control area, kandungan sulfur pada bahan bakar tidak boleh melebihi 0,1% m/m.
Syarat kandungan sulfur bahan bakar kapal yang berlayar di perairan internasional akan menjadi objek pemeriksaan petugas port state control.
Instruksi itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Perhubungan Laut No UM.003/93/14/DJPL-18 tertanggal 30 Oktober 2018 tentang Batasan Kandungan Sulfur pada Bahan Bakar dan Kewajiban Penyampaian Konsumsi Bahan Bakar di Kapal.
“Aturan mengenai penggunaan bahan bakar tersebut merujuk pada konvensi Internasional Marine Pollution (MARPOL) Annex VI Regulasi 14 mengenai Sulphur Oxides (SOx) and Particulate Matter,” kata Dirjen Perhubungan Laut Agus H. Purnomo melalui siaran pers, Sabtu (3/11/2018).
Dia memaparkan kapal Indonesia yang menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur tidak sesuai ketentuan di perairan internasional dapat menggunakan sistem pembersihan gas buang atau metode teknologi alternatif lainnya yang disetujui oleh Dirjen Hubla.
Selain itu juga, mulai 31 Desember 2018, buku Rencana Pengelolaan Energi Efisiensi Kapal atau Ship Energy Efficiency Management Plan (SEEMP) wajib dilengkapi dengan metode pengumpulan data konsumsi bahan bakar pada kapal untuk disampaikan kepada pemerintah sesuai format pada Resolusi International Maritime Organization (IMO) No MEPC.282(70).
SE tersebut, sebagaimana aturan internasional, juga mewajibkan semua pemilik atau operator kapal yang memiliki atau mengoperasikan kapal berukuran 5.000 gros ton atau lebih untuk mengumpulkan data pemakaian bahan bakar dan melaporkan jumlah konsumsi pemakaian bahan bakar selama satu tahun kepada pemerintah mulai 1 Januari 2019,
“Bagi kapal-kapal yang telah melaporkan jumlah pemakaian bahan bakarnya akan diberikan Statement of Compliance-Ship Fuel Oil Reporting oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut,” tambahnya.
Sementara itu, kapal berbendera Indonesia yang berlayar hanya di wilayah perairan Indonesia masih dapat menggunakan bahan bakar dengan kandungan sulfur tidak boleh melebihi 3,5% m/m. Kapal juga wajib menyampaikan data pemakaian konsumsi bahan bakar selama setahun mulai 1 Januari 2019 kepada Dirjen Hubla cq. Direktur Perkapalan dan Kepelautan selambat-lambatnya 30 Maret tahun berikutnya.
“Kami juga instruksikan para kepala kantor UPT pelabuhan agar dapat menyampaikan informasi dan aturan ini kepada seluruh stakeholder terkait di wilayah kerja masing-masing serta melakukan pengawasan terhadap pemberlakuannya,” kata Agus.