Bisnis.com, JAKARTA -- Organisasi Angkutan Darat (Organda) mengusulkan agar transportasi online diatur sekaligus dalam satu regulasi bersama angkutan umum dalam trayek untuk menghindari ketumpangtindihan pascapembatalan beberapa pasal Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Organda Ateng Aryono mengatakan pencabutan 23 norma yang tercantum dalam beleid itu berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha di industri angkutan jalan raya. Terkait hal itu, Organda menyampaikan beberapa usulan.
Pertama, Permenhub 108/2017 didukung oleh peraturan perundangan di atasnya sehingga semestinya tetap tegak mengatur setiap penyelenggaraan angkutan penumpang tidak dalam trayek.
"Oleh karena itu, kami mendesak Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan seluruh jajaran di daerah tetap melakukan penegakan dalam praktik penyelenggaraan angkutan umum penumpang tidak dalam trayek dalam setiap moda yang ada," paparnya dalam keterangan resmi, Rabu (3/10/2018).
Kedua, penegakan hukum merupakan bagian kepastian hukum dan berusaha sebagaimana diserukan oleh para mitra online belakangan ini, termasuk memberikan jaminan pelayanan angkutan umum yang memadai kepada publik pengguna.
Oleh karena itu, penertiban terhadap aplikator mutlak dilakukan. Pengaturan terhadap aplikator harus berada dalam ranah Kemenhub.
Ketiga, terkait penataan ulang Permenhub tentang penyelenggaraan angkutan penumpang dengan kendaraan bermotor umum, Organda memandang perlu penyatuan aturan penyelenggaraan angkutan dengan kendaraan bermotor dalam trayek maupun tidak dalam trayek dalam satu regulasi.
"Hal tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan dan mengedapankan sifat komplementer antarmoda. Tidak ada lagi kekawatiran ada norma aturan yang tercecer dan bahkan bertentangan," ujar Ateng.
Organda menduga ada kepentingan kuat pihak tertentu dan sengaja memicu konflik horisontal antara angkutan konvensional dengan taksi online, juga masyarakat transportasi, di balik pembatalan 23 norma dalam Permenhub 108/2017.
Pembatalan oleh Mahkamah Agung (MA) dinilai tidak mencerminkan asas keadilan dan kepentingan masyarakat, bahkan akan membuat aplikator memonopoli bisnis transportasi serta membunuh badan usaha penyedia Angkutan Sewa Khusus (ASK) online yang telah mendapatkan izin resmi dari pemerintah.
Menurutnya, pembatalan beleid tersebut sama saja membuat status taksi online ilegal karena operasinya tidak memiliki dasar hukum.
“Logikanya, pengemudi membawa manusia sehingga kalau terjadi hal yang tidak diinginkan, harus ada yang bertanggung jawab sesuai hukum berlaku. Itu telah diatur sejak dulu dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” terang Ateng.
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menyampaikan angkutan umum dalam trayek dan tidak dalam trayek akan diatur dalam dua regulasi terpisah.
"Jadi, dua regulasi," tuturnya, tanpa bersedia menyebut alasan tentang pemisahan aturan dua jenis angkutan umum itu.
Budi mengungkapkan regulasi itu juga akan mengatur perusahaan aplikator. Kemenhub berjanji melibatkan Organda dalam perumusan regulasi.