Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan memperketat pengawasan dan penanganan barang berbahaya di pelabuhan untuk memastikan keselamatan pelayaran.
Syahbandar atau petugas Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) harus melakukan pengawasan dan penanganan barang berbahaya, termasuk proses bongkar muat dari dan ke kapal.
"Para syahbandar harus meningkatkan kompetensi dan pemahaman terhadap penanganan barang berbahaya sebagaimana tercantum dalam IMDG [International Maritime Dangerous Goods] Code," kata Kasubdit Tertib Berlayar Capt. Purgana dalam siaran pers, Rabu (26/9/2018).
Selain itu, tutur dia, para syahbandar wajib memberikan sosialisasi kepada perusahaan bongkar muat barang berbahaya secara berkala. Barang-barang yang termasuk barang berbahaya sesuai IMDG Code a.l. packaging, marking, labelling, dan stowage.
Sebelum kapal dinyatakan laik laut, identifikasi barang berbahaya dilakukan bersamaan dengan embarkasi penumpang kapal ro-ro. Identifikasi terutama dilakukan terhadap muatan di atas mobil truk yang proses stuffing-nya tidak diawasi oleh pihak syahbandar yang mengeluarkan surat persetujuan berlayar (SPB).
Seluruh pengguna jasa juga harus memahami proses ini guna mewujudkan keselamatan pelayaran yang merupakan salah satu parameter terwujudnya Indonesia menjadi poros maritim dunia.
“Para petugas yang profesional harus paham akan sifat atau karakteristik setiap produk atau muatan yang termasuk kategori dangerous, seperti bahan peledak, gas, racun, radio aktif.