Bisnis.com, JAKARTA--Pelaku industri elektronik berharap pemerintah bisa menarik investor di sektor komponen. Pasalnya, saat ini industri elektronik masih bergantung 60%--70% untuk komponen impor.
Tekno Wibowo, Chief Commercial Officer PT Polytron Indonesia, mengatakan dengan ketergantungan komponen impor yang masih besar tersebut, faktor nilai tukar sangat mempengaruhi biaya produksi. Saat ini, dengan kondisi rupiah yang berada pada tren pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat dan sempat menyentuh Rp15.000 per US$1, mau tak mau perusahaan elektronik menyesuaikan kepada harga jual.
"Kami dari awal tahun sudah naik [harga produk], secara average naik 5%," ujarnya di Jakarta, Selasa (25/9/2018).
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah dapat menciptakan iklim investasi yang mampu menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di Tanah Air, terutama untuk komponen elektronik. Dengan demikian, ketergantungan bahan baku impor bisa ditekan.
Tekno menyebutkan beberapa komponen yang diimpor antara lain kompresor untuk kulkas, panel LCD, dan chipset untuk produk telepon genggam. Menurutnya, apabila pemerintah bisa menarik investor asing untuk merelokasi pabrik mereka, Indonesia akan mendapatkan nilai tambah yang besar dan menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
"Sekarang Indonesia cuma dapat casing-nya, kardus, dan buku petunjuk. Policy harus diperbaiki supaya ketergantungan bahan impor bisa dikurang," jelasnya.
Untuk tahun ini, Tekno memperkirakan industri elektronik masih mengalami penurunan hingga 10%. Hal ini didorong oleh masyarakat yang cenderung menahan spending untuk barang elektronik.
Saat ini, serapan produk elektronik cenderung sebagai penggantian produk sebelumnya yang sudah lama penggunaannya. Untuk Polytron, Tekno meyakini penjualan masih bisa bertumbuh.
Pihaknya masih meluncurkan produk baru di tengah penurunan pasar dengan harapan produk baru Polytron dapat menjadi pilihan utama saat masyarakat ingin mengganti produk elektronik lama mereka.