Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

India dan 'Pink Economy'

Sektor swasta India siap memasuki era baru inklusivitas. Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut aturan kriminalisasi homoseksualitas diharapkan dapat memberi dorongan signifikan bagi perekonomian Negeri Hindustan.

Bisnis.com, JAKARTA – Sektor swasta India siap memasuki era baru inklusivitas. Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mencabut aturan kriminalisasi homoseksualitas diharapkan dapat memberi dorongan signifikan bagi perekonomian Negeri Hindustan.

Pada Kamis (6/9/2018), MA India menganulir Pasal 377, sebuah aturan era kolonial yang sering digunakan sebagai alat kriminalisasi terhadap kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Keputusan tersebut pun diharapkan mendorong pihak otoritas lain untuk melakukan hal yang sama.

Pasalnya, banyak bisnis multinasional di India dan negara lain melihat hubungan antara keterlibatan kaum profesional gay dan hasil bisnis yang lebih baik. Mereka telah mengambil langkah-langkah untuk mengakhiri diskriminasi dalam benefit karyawan demi mempertahankan tenaga kerja yang kompetitif.

“[Pencabutan] ini akan memiliki dampak ekonomi yang besar-besaran,” ujar Keshav Suri, seorang pengusaha India yang bergabung dengan aktivis dan kelompok sosial lain menentang undang-undang kolonial berusia 158 tahun tersebut. Undang-undang itu mengkriminalisasi hubungan sesama jenis di negara dengan populasi terbesar kedua di dunia ini.

India dan 'Pink Economy'

Suri, yang keluarganya memiliki jaringan hotel mewah, mengatakan keputusan MA pada pekan lalu tersebut memungkinkan perusahaan-perusahaan India dan multinasional untuk secara terbuka mencari konsumen-konsumen dari kaum LGBT di India, sekaligus memasarkan India secara internasional sebagai negara tujuan yang telah menjadi lebih ramah menyikapi homoseksualitas.

“Mengapa kita menghambat sektor pariwisata di negeri ini?” katanya di New Delhi, seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (12/9/2018).

Bisnis India dan perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di negara ini memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan dari keputusan tersebut, sekaligus memungkinkan bisnis dan pemerintah memasuki “Pink Economy”.

Sebagai informasi, istilah itu seringkali digunakan untuk menggambarkan, dari sudut pandang yang kritis, penyatuan gerakan LGBT dan keragaman seksual terhadap perekonomian.

Kota Mumbai juga akan mendapatkan manfaat dalam hal sumber daya manusia di tengah persaingannya dengan pusat-pusat keuangan lain di Asia, terutama setelah keputusan pengadilan di Hong Kong mengabulkan visa untuk pasangan ekspatriat berjenis kelamin sama.

'Pelanggaran Tak Wajar'

India telah kehilangan 1,4% dari output nasionalnya karena undang-undang yang diskriminatif, menurut perhitungan profesor ekonomi Universitas Massachusetts Amherst Lee Badgett. Ini berarti diskriminasi terhadap komunitas LGBT bisa merugikan India sekitar US$26 miliar per tahun.

"Di tingkat global, India menciptakan lingkungan yang lebih ramah untuk bisnis, termasuk perusahaan multinasional besar yang khawatir tentang efek diskriminasi terhadap kaum LGBT pada tenaga kerja mereka,” terang Badgett yang juga pakar ekonomi dari efek homofobia.

“Keputusan yang sangat positif ini dapat mengarah ke seruan yang lebih terbuka kepada konsumen-konsumen LGBT di India. Perusahaan tidak perlu khawatir bahwa mereka akan dikritik karena mendukung perilaku ilegal,” lanjutnya.

India dan 'Pink Economy'

Hingga sebelum MA mengeluarkan putusan tersebut pekan lalu, seks sesama jenis di India dilarang oleh Pasal 377 KUHP India, yang pertama kali disahkan pada tahun 1860.

Aturan ini mengkategorikan homoseksualitas sebagai "pelanggaran tak wajar" yang "melawan tatanan alam", dan diganjar hukuman penjara. Meski jarang terjadi tuntutan, para aktivis menyatakan hal itu rentan membawa pemerasan dan kekerasan.

Ketua MA India Dipak Misra pada 6 September menyatakan bahwa undang-undang itu melanggar hak atas persamaan yang diabadikan dalam konstitusi India dan digunakan sebagai "senjata diskriminasi."

Pascakeputusan itu, banyak perusahaan - termasuk unit Google dan International Business Machines Corp. di India – menyambutnya hangat dengan mengeluarkan pernyataan maupun cuitan yang menampilkan logo atau layanan mereka dalam warna pelangi, yang merefleksikan keragaman komunitas LGBT.

India dan 'Pink Economy'

Beberapa perusahaan - termasuk IBM India, Godrej Group, Tata Group, dan Royal Bank of Scotland - telah secara terbuka mendukung kebijakan kerja yang inklusif di India, bahkan ketika pekerja gay dan transgender menghadapi diskriminasi di tempat lain di negara ini.

Pink Economy

Penelitian menunjukkan bahwa undang-undang dan kebijakan yang diskriminatif memengaruhi output ekonomi suatu negara.

Sebuah studi kasus di India yang dibuat oleh Badgett untuk Bank Dunia menemukan hasil diskriminasi dalam batasan pada pasokan tenaga kerja, produktivitas yang rendah, output yang hilang, dan tingkat kemiskinan - serta depresi dan bunuh diri – yang tinggi di antara komunitas LGBT.

Pada saat yang sama, laporan tahun 2018 yang disponsori oleh Accenture, Grup Brunswick dan Thomson Reuters, antara lain, menemukan kebijakan inklusif berkaitan dengan PDB per kapita, daya saing, kewirausahaan, pembangunan perkotaan, retensi bakat, dan reputasi nasional yang lebih baik yang dapat membawa masuk investasi langsung tambahan.

Hal ini pun diakui oleh Suri. Ia mengatakan hotelnya telah mendapatkan bisnis tambahan dengan menjadi ramah terhadap kaum LGBT. “Keputusan itu akan meningkatkan reputasi ibu kota keuangan India, Mumbai. Ini akan membuatnya menjadi pusat keuangan yang sangat besar,” prediksinya.

Suri, yang telah lama mempekerjakan karyawan gay dan transgender serta meyakinkan perusahaan asuransinya untuk menawarkan manfaat kepada semua karyawannya, mengatakan perusahaan kini memiliki tanggung jawab nyata terhadap komunitas LGBT.

“Ini dilakukan dengan mempekerjakan, menyediakan dukungan tempat kerja, dan - yang penting - menawarkan manfaat sama yang saat ini mengalir ke pasangan-pasangan heteroseksual,” tutur Suri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper