Bisnis.com, JAKARTA — Aksi jual di pasar negara berkembang terus berlanjut dan diprediksi semakin dalam akibat investor berspekulasi bahwa tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China bisa semakin meningkat.
Berdasarkan data Bloomberg, peso Argentina memimpin pelemahan di pasar mata uang emerging market dengan terdepresiasi 1,04% pada Senin (10/9). Peso Argentina melemah setelah trader menyatakan bahwa reli baru-baru ini bergerak terlalu jauh dan terlalu cepat.
Selanjutnya, real Brasil terpantau melemah 0,72% pada awal pekan ini. Volatilitas pasar semakin intens menjelang polling pemilu.
Riset Goldman Sachs Group Inc. pun memperlihatkan sinyal bahwa pelemahan mata uang di negara berkembang akan terus berlanjut. Sejauh ini, mata uang emerging market telah anjlok ke level terendahnya sejak April 2017.
Adapun investor semakin menekan nilai aset negara berkembang melihat keyakinan Presiden AS Donald Trump bahwa tarif dan ancaman tarif di dalam perang dagang dengan China dapat menggairahkan lapangan kerja di AS.
Selain itu, data ekonomi di AS yang menguat juga mendukung kenaikan suku bunga oleh bank sentral AS (The Fed).
Tim Analis Goldman Sachs, termasuk Mark Ozerov dan Kamakshya Trivedi, mencatat bahwa aksi jual tahun ini membawa nilai tukar emerging market ke wilayah undervalued namun tidak semurah pada awal 2016 yang terpukul akibat anjoknya harga minyak global.
“Valuasi tentu saja lebih baik digunakan untuk melihat sinyal jangka pendek dan panjang untuk performa aset pasar, dan juga [valuasi] merupakan katalis untuk memicu performa yang lebih kuat,” tulis Tim Riset Goldman Sachs seperti dikutip Bloomberg, Selasa (11/9).
Hal itu lah yang membuat investor semakin khawatir terhadap ketahanan pasar negara berkembang di tengah-tengah menghadapi berakhirnya era uang murah.
Pemerintah mulai dari India hingga Argentina pun kini kian kesulitan mengembalikan kepercayaan investor terhadap perekonomian negaranya.