Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi XI DPR bersama Pemerintah setujui pembahasan lanjutan mengenai ratifikasi protokol ke-7 ASEAN Framework Agreement Service (AFAS) menggunakan rancangan undang-undang (RUU).
Hal ini disepakati Komisi XI, Menteri Keuangan Sri Mulyani, perwakilan pejabat Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kemenkum HAM dalam rapat kerja (raker) di DPR, Rabu (5/9/2018).
Pimpinan rapat Komisi XI DPR Muhammad Prakosa mengatakan rapat kali ini memutuskan untuk membahas ratifikasi tersebut dengan melalui mekanisme rancangan undang-undang.
"Rapat kerja Komisi XI dengan Menteri Keuangan memutuskan pelaksanaan protokol AFAS ke-7 dalam bentuk UU dan komisi XI meminta pemerintah untuk mengajukan RUU mengenai ratifikasi AFAS," ungkapnya, Rabu (5/8/2018).
Sementara itu, Sri Mulyani Indrawati menilai ratifikasi tersebut dapat lakukan hanya dengan mekanisme peraturan presiden. Sebab, tidak mencakup pokok-pokok perkara mendasar mengenai usaha jasa perbankan.
Muatan protokol tersebut menegaskan kembali seluruh komitmen kerja sama ASEAN terkait perluasan pasar perbankan di ASEAN, yang protokil ke-6 sudah diratifikasi dalam UU No.4/2018. Protokol ke-7 lanjutnya, khusus dalam merinci jasa non-life insurance dan ada sesuai komitmen WTO jenis jasa keuangan non-life insurance tidak dibedakan antara yang konvesional dan syariah.
"WTO tidak perlu dibedakan secara khusus konvensional dengan syariah atau takaful. Protokol ke-7 menegaskan komitmen Indonesia pada jasa keuangan non-life insurance sudah dimaksud di dalamnya yang syariah," ungkapnya.
Protokol ke-7 tersebut merupakan perluasan makna dari asuransi kerugian (non-life insurance) sehingga mencakup asuransi syariah dan konvensional.
"Dengan ketentuan itu, kami menyampaikan muatan protokol 7 sebagai pertimbangan DPR. protokol ke7 tidak menambah perluasan akses, hanya kualifikasi insurance saja. Kedua, protokol 7 tidak mewajibkan mengubah peraturan yang ada," jelasnya.
Namun, DPR melihat secara berbeda sehingga diputuskan payung hukum yang digunakan untuk ratifikasi perjanjian internasional yang sudah di tanda tangan sejak 1995 tersebut dengan pembentukan undang-undang.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR Hafisz Tohir mengatakan keputusan RUU AFAS dibawa dan diputuskan menjadi UU berdasarkan hasil persetujuan 10 fraksi yang berada di Komisi XI. UU tersebut sudah ditandatangani awal 2018 lalu tersebut merupakan ratifikasi dari protokol 6 sebelumnya.
Protokol tersebut akan memberikan landasan hukum bagi pemerintah dan lembaga negara serta pelaku sektor jasa keuangan untuk melaksanakan protokol dimaksud dan memberikan keuntungan bagi Indonesia.
Keuntungan untuk Indonesia, lanjut Hafisz antara lain terciptanya kepastian hukum dalam menjalankan usaha di sektor jasa keuangan, meningkatnya kualitas dan kuantitas produk jasa keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha sektor lain.
Hal ini disepakati Komisi XI, Menteri Keuangan Sri Mulyani, perwakilan pejabat Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kemenkum HAM dalam rapat kerja (raker) di DPR, Rabu (5/9/2018).
Pimpinan rapat Komisi XI DPR Muhammad Prakosa mengatakan rapat kali ini memutuskan untuk membahas ratifikasi tersebut dengan melalui mekanisme rancangan undang-undang.
"Rapat kerja Komisi XI dengan Menteri Keuangan memutuskan pelaksanaan protokol AFAS ke-7 dalam bentuk UU dan komisi XI meminta pemerintah untuk mengajukan RUU mengenai ratifikasi AFAS," ungkapnya, Rabu (5/8/2018).
Sementara itu, Sri Mulyani Indrawati menilai ratifikasi tersebut dapat lakukan hanya dengan mekanisme peraturan presiden. Sebab, tidak mencakup pokok-pokok perkara mendasar mengenai usaha jasa perbankan.
Muatan protokol tersebut menegaskan kembali seluruh komitmen kerja sama ASEAN terkait perluasan pasar perbankan di ASEAN, yang protokil ke-6 sudah diratifikasi dalam UU No.4/2018. Protokol ke-7 lanjutnya, khusus dalam merinci jasa non-life insurance dan ada sesuai komitmen WTO jenis jasa keuangan non-life insurance tidak dibedakan antara yang konvesional dan syariah.
"WTO tidak perlu dibedakan secara khusus konvensional dengan syariah atau takaful. Protokol ke-7 menegaskan komitmen Indonesia pada jasa keuangan non-life insurance sudah dimaksud di dalamnya yang syariah," ungkapnya.
Protokol ke-7 tersebut merupakan perluasan makna dari asuransi kerugian (non-life insurance) sehingga mencakup asuransi syariah dan konvensional.
"Dengan ketentuan itu, kami menyampaikan muatan protokol 7 sebagai pertimbangan DPR. protokol ke7 tidak menambah perluasan akses, hanya kualifikasi insurance saja. Kedua, protokol 7 tidak mewajibkan mengubah peraturan yang ada," jelasnya.
Namun, DPR melihat secara berbeda sehingga diputuskan payung hukum yang digunakan untuk ratifikasi perjanjian internasional yang sudah di tanda tangan sejak 1995 tersebut dengan pembentukan undang-undang.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR Hafisz Tohir mengatakan keputusan RUU AFAS dibawa dan diputuskan menjadi UU berdasarkan hasil persetujuan 10 fraksi yang berada di Komisi XI. UU tersebut sudah ditandatangani awal 2018 lalu tersebut merupakan ratifikasi dari protokol 6 sebelumnya.
Protokol tersebut akan memberikan landasan hukum bagi pemerintah dan lembaga negara serta pelaku sektor jasa keuangan untuk melaksanakan protokol dimaksud dan memberikan keuntungan bagi Indonesia.
Keuntungan untuk Indonesia, lanjut Hafisz antara lain terciptanya kepastian hukum dalam menjalankan usaha di sektor jasa keuangan, meningkatnya kualitas dan kuantitas produk jasa keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha sektor lain.