Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha kemas kaleng meminta agar pemerintah mengkaji kembali rencana pengenaan bea masuk antidumping karena industri ini sudah dibebani oleh pelemahan nilai tukar rupiah.
Arief Junaidi, General Manager PT Ancol Terang Metal Industri, menuturkan pihaknya menerima pemberitahuan tidak resmi bahwa pemerintah tetap akan mengenakan bea masuk antidumping untuk tinplate, yang merupakan bahan baku kemas kaleng.
“Bea masuk sudah 12,5% plus bea masuk antidumping antara 4,4%—7,9%. Kami protes karena makin susah pelaku usaha,” kata Arief, Rabu (5/9).
Pihaknya selama ini masih mengimpor bahan baku karena pasokan tinplate dari dalam negeri terbilang minim. Di mengklaim kapasitas produksi tinplate nasional jauh di bawah permintaan industri.
Saat ini, dia memperkirakan kemampuan industri dalam negeri untuk memproduksi tinplate sekitar 160.000 ton per tahun, sedangkan permintaan mencapai 250.000 ton per tahun.
“Semoga saja bahan baku yang kami pakai khususnya tinplate dan tin free steel (TFS) tidak masuk dalam daftar 900 barang komoditas [yang dikenai PPh tambahan],” katanya.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah bakal membebani perusahaan karena dalam perencanaan keuangan 2018, perusahaan mengacu pada nilai tukar Rp13.500 per dolar AS. Dengan kondisi saat ini, biaya bahan baku yang diimpor bakal melonjak.