Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong penyelesaian sengketa konstruksi melalui jalur di luar peradilan sebagai solusi alternatif. Potensi sengketa diakui sangat terbuka karena kombinasi nilai paket pekerjaan dan pengetahuan kontrak yang minim.
Direktur Jenderal Bina Konstruksi, Syarif Burhanuddin mengatakan penyelesaian sengketa di luar peradilan bisa dilakukan lewat Dewan Sengketa. Penyelesaian lewat jalur alternatif ini diyakini lebih cepat, lebih murah, dan saling menguntungkan pihak yang bersengketa.
Dia mengimbuhkan, penyelesaian sengketa lewat jalur peradilan kerap memakan waktu yang lama dan biaya besar. Di sisi lain, kontrak konstruksi yang menjadi objek sengketa justru sudah rampung tapi masih meninggalkan permasalahan hukum.
Baca Juga
Undang Undang (UU)Jasa Konstruksi menurut Syarif sudah mengatur pilihan penyelesaian sengketa konstruksi. Berdasarkan Pasal 8 UU Jasa Konstruksi, pilihan pertama penyelesaian sengketa adalah musyawarah antara pihak yang terlibat. Selanjutnya, penyelesiaam bisa dilanjutkan ke tahap mediasi, konsiliasi dan arbitrasi.
"Dua tahap upaya penyelesaian sengketa yaitu mediasi dan konsiliasi dapat digantikan dengan Dewan Sengketa," jelas Syarif dalam siaran pers, Senin (20/8/2018).
Dia menambahkan, Kementerian PUPR saat ini mulai menyelesaikan sengketa kontrak kerja konstruksi menggunakan Dewan Sengketa. Dia mencontohkan, Dewan Sengketa menjadi jalur penyelesaian pada sengketa paket Pembangunan TPA Sampah di Kota Jambi, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Jombang.
Selanjutnya sengketa paket Toll Road Development of Cileunyi – Sumedang – Dawuan Phase III (Cisumdawu III), paket Pembangunan Jalan Akses Pelabuhan Patimban, paket Hydromechanical Works for Construction of Karian Multipurpose Dam Project, dan paket Emission Reduction in City Programme Solid Waste Management Municipality of Malang dan Sidoarjo.