Bisnis.com, JAKARTA--Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan nonmigas tumbuh sebesar 4,41% secara tahunan pada kuartal II/2018.
Pertumbuhan ini didorong oleh industri makanan dan minuman yang tumbuh sebesar 8,67% y-o-y, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 6,48%.
Namun, apabila dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang tumbuh 12%, pertumbuhan pada kuartal II tahun ini turun cukup tajam.
Terkait dengan hal ini, Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), menyatakan data tersebut berbeda dengan apa yang dirasakan oleh para pelaku usaha industri makanan dan minuman.
"Mungkin ada faktor lain di BPS yang perlu dibedah detailnya. Salah satunya, karena BPS memasukkan industri crude palm oil (CPO) dalam industri makanan dan minuman," jelas Adhi baru-baru ini.
Sagab Aliktipo, Kasubdit Industri Besar dan Sedang Badan Pusat Statistik, mengatakan produk CPO memberikan kontribusi sekitar 50%-60% terhadap industri makanan. Hal ini, lanjutnya, mengacu pada standar internasional bahwa produk CPO dimasukkan ke dalam industri makanan.
Adapun, industri CPO tengah tertekan akibat harga jual yang rendah. Sepanjang semester I/2018, harga CPO bergerak di level US$605-US$695 per metrik ton.
Sementara itu, ekspor CPO dan turunannya dari Indonesia tercatat 15,3 juta ton sepanjang paruh pertama tahun ini, turun 2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 15,62 juta ton.