Bisnis.com, JAKARTA — Pertumbuhan belanja iklan di Indonesia pada 2018 diproyeksi hanya mencapai 5%, turun dari pencapaian tahun lalu pada level 8% atau setara dengan Rp145 triliun.
Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) DKI Jakarta Charlie Azis menjelaskan, perlambatan tersebut dipicu oleh banyaknya pengusaha yang belanja iklan.
"Pertumbuhan industri ini sanget bergantung kepada pertumbuhan ekonomi domestik. Perputaran di sekotr rill menurun berimbas ke belanja iklan. Pada awal tahun, belanja iklan memang menurun, lalu di kuartal II/2018 lebih baik karena kebijakan tunjangan hari raya [THR]," ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (7/8/2018).
Charlie menyebut, kondisi industri periklanan di Indonesia saat ini sudah melewati masa keemasannya yang mampu tumbuh mencapai 20%—23% sebelum 2014.
Untuk itu, dia berharap adanya perhelatan Asian Games 2018 dan pertemuan tahunan IMF/World Bank dapat menambah belanja iklan pada tahun ini. "Untuk Piala Dunia kemarin memang pengaruhnya sedikit sekali ke belanja iklan," katanya.
Menurutnya, saat ini terdapat perubahan tren belanja iklan dari media konvensional ke media digital atau daring. Kendati demikian, belum ada data resmi yang dimiliki oleh asosiasi periklanan terkait dengan nilai iklan yang beredar melalui medium internet.
Pasalnya, sebut Charlie, para pemain komersial enggan membeberkan belanja iklan mereka di media daring.
Dalam jangka panjang, PPPI menyebutkan proporsi belanja iklan di media daring bakal menyentuh 50%, atau setara dengan belanja iklan di media konvensional. Pasalnya, iklan daring adalah arah masa depan dari penempatan belanja iklan.
Berdasarkan data Nielsen Indonesia, belanja iklan sepanjang tahun lalu masih didominasi oleh media TV sebesar 80% dari total belanja iklan yang tumbuh 12% dibandingkan tahun sebelumnya yakni mencapai Rp115,8 triliun.
Sementara itu, belanja iklan melalui koran menempati porsi kedua yakni sebesar 19% dengan nilai Rp28,5 triliun. Sayangnya, belanja media cetak harian ini justru semakin merosot dari 2015 yang mencapai Rp30,8 triliun menjadi Rp29,4 triliun pada 2016.
Penurunan belanja iklan juga terus terjadi pada majalah dan tabloid yang pada 2017 hanya mereguk pangsa pasar iklan sebesar 1% atau setara dengan Rp1,1 triliun. Angka tersebut juga semakin menipis dibandingkan dengan 2016 yang mencapai Rp1,6 triliun dan 2015 yang menembus Rp1,9 triliun.
Corporate Communication ManagerGrowinc Group Indonesia Dyama Khazim Setyadi menuturkan, prospek belanja iklan di media daring ke depan akan tumbuh. Pasalnya, tren belanja iklan digital sejak 3—5 tahun terakhir selalu mengalami kenaikan.
"Terlebih, iklan lewat media digital bisa dilakukan dengan biaya minim, dan bahkan, banyak individu maupun pelaku UKM yang mulai beriklan," katanya.
Pengamat Periklanan Muhammad Jaiz menilai, terdapat perubahan tren belanja iklan ke arah digital. Hal ini dipicu oleh masifnya pengguna media sosial dan internet, sehingga pengiklan ramai-ramai berpindah ke media daring atau digital.
"Iklan banyak yang pindah ke media daring, karena masyarakat pun lebih banyak menghabiskan waktunya menggunakan telepon genggam mereka meski infrastruktur telekomunikasi ini belum merata. Untuk datanya berapa memang belum ada penelitiannya."
Dia berharap pemerintah mengatur iklan-iklan yang merambah di media daring sehingga tak mengganggu masyarakat dalam mengakses informasi melalui ponsel pintar mereka.