Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah upaya pemerintah merestriksi impor barang konsumsi, berbagai kalangan memperingatkan substitusi komoditas-komoditas yang dibatasi tersebut masih belum sanggup dipenuhi oleh produsen domestik.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebutkan kondisi tersebut seharusnya menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah yang berencana membatasi impor sejumlah barang konsumsi.
Lagipula, dia menilai pembatasan impor barang konsumsi tidak akan berdampak besar terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Pasalnya, porsi barang konsumsi terhadap total impor Indonesia relatif kecil, yakni tak lebih dari 9% pada tahun ini.
“Impor terbesar itu dari barang modal dan bahan baku penolong, yang sangat terkait dengan proyek infrastruktur pemerintah. Jadi mungkin pemerintah akhirnya beralih ke [pembatasan impor] barang konsumsi, walaupun [langkah] itu tidak tepat juga,” ujarnya kepada Bisnis.com.
Seperti diketahui, pemerintah berencana membatasi aktivitas impor guna mengantisipasi dampak perang dagang Amerika Serikat-China serta mengatrol pergerakan nilai tukar rupiah. Pembatasan tersebut hanya akan dilakukan pada barang konsumsi.
Di sisi lain, Bhima melihat adanya kebijakan pertanian yang kurang tepat, sehingga produsen produk pertanian dalam negeri gagal mencukupi kebutuhan domestik. Hal itu tercermin dari data impor Kementerian Perdagangan sepanjang Januari—April 2018. (Lihat tabel)
Produk beras, beras ketan dan beras pecah, masing-masing mengalami kenaikan 100%, 110% dan 33,08% secara year on year (y-o-y). Hal serupa terjadi pada produk cengkih yang masuk komoditas non-lartas (larangan dan pembatasan), yang naik 180,80% secara y-o-y.
PRODUKSI TURUN
Pada perkembangan lain, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso berpendapat kenaikan impor barang konsumsi, khususnya beras, merupakan dampak dari tidak optimalnya hasil produksi tani dalam negeri.
Untuk itu, dia tidak heran jika pada tahun ini Kemendag sampai menerbitkan izin impor beras sejumlah 1 juta ton.
“Selama produksi dalam negeri tidak cukup, impor memang dibutuhkan. Kebijakan pembatasan [impor] tentu perlu melihat tingkat kecukupan dalam negeri. Jangan sampai malah membuat harga di pasar bergejolak,” ujarnya.
Terpisah, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman meminta pemerintah mencermati pencatatan kode harmonized system (HS) pada sejumlah komoditas, terutama produk makanan dan minuman (mamin).
Dia mencontohkan kasus pencatatan produk impor kopi instan. Dalam catatan Kemendag, sepanjang Januari—April 2018, impor produk tersebut naik 237,45%.
Menurut Adhi, produk bahan baku penolong—seperti untuk pembuatan produk kopi kemasan 3 in 1—ikut tercatat dalam kode HS kopi instan.
“Padahal bahan baku penolong [kopi instan] itu memang belum bisa dicukupi di dalam negeri. Makanya perlu dicermati lagi pencatatan kode HS di Kemendag,” paparnya.
Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Industri Elektronik dan Alat-alat Listrik Rumah Tangga Indonesia (Gabel) Yeane Lim menambahkan terdapat sejumlah produk elektronik yang produksiya sangat terbatas di dalam negeri, seperti pendingin ruangan.
"Komponen air conditioner [AC] dan industri pendukung produk itu terbatas sekali di Indonesia. Pembatasan impor memang perlu, tetapi harus dilihat juga kondisi di dalam negeri," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengusulkan beberapa strategi pengendalian impor untuk penguatan pasar domestik bagi industri tekstil dan produk pertekstilan (TPT). (Bisnis, 20/7)
Salah satu usulannya adalah agar impor hanya dibolehkan sebagai bahan baku ekspor, sedangkan untuk kepentingan dalam negeri, bahan baku yang berasal dari impor sebaiknya ditetapkan dengan kuota tahunan.
Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi Januari-April 2018
Komoditas Larangan dan/atau Pembatasan (Lartas) Border:
Komoditas | Kenaikan y-o-y (%) |
Beras | 100 |
Mesin Pengatur Suhu (AC) | 54,8 |
Beras ketan | 100 |
Syal, scarf, dll | 551,11 |
Beras pecah | 31,08 |
Komoditas Lartas Post-border:
Komoditas | Kenaikan y-o-y (%) |
Kopi Instan | 237,45 |
Mainan anak atau komponen | 110,05 |
Pakaian dalam wanita dan bahan tekstil | 192,41 |
Simulator pertempuran udara dan komponennya | 10.818,11 |
Komoditas Nonlartas:
Komoditas | Kenaikan y-o-y (%) |
Revolver dan pistol | 3.484,17 |
Cengkih | 180,80 |
Pin pengaman | 101,31 |
Mobil dan kendaraan bermotor untuk pengangkut orang | 84,30 |
Preparat kecantikan atau rias dan preparat untuk perawatan kulit | 155,44 |
Sumber: Kementerian Perdagangan, 2018