Bisnis.com, JAKARTA— Rencana integrasi sistem transaksi jalan bebas hambatan Jakarta Outer Ring Road atau JORR tak sepenuhnya efektif untuk membuat biaya logistik semakin murah.
Ketua Angkutan Barang DPP Organda Ivan Kamadjaja menuturkan masalah integrasi tol JORR sebetulnya tak sepenuhnya menguntungkan industri logistik. Sebab, akan ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan dengan adanya rencana tersebut.
“Sebetulnya tergantung dari mana asal truk dan menuju ke mana. Dulu JORR terbagi 4 penggal jalan [gardu tol], driver akan membayar hanya rute yang dilewati saja. Jika diintegrasikan menjadi gardu tunggal ya ada yang diuntungkan dan dirugikan,” kata Ivan kepada Bisnis, Minggu (1/7/2018).
Dalam hal ini Ivan menyebutkan pihak yang diuntungkan adalah pihak dengan tujuan pengiriman barang paling panjang. Jika sistem integrasi diterapkan maka sopir angkutan barang hanya akan membayar tarif tol sekali dan itu akan meringankan biaya logistik.
“Jika driver mengirim barang ke tujuan JORR yang paling panjang, maka tarif yang dibayar lebih murah,” ujarnya.
Sedangkan untuk driver dengan pengiriman barang pada rute terdekat, maka tarif yang dibayar sangat mahal, imbuhnya. Menurut Ivan, dalam kasus ini, besar kemungkinan sopir angkutan barang tidak akan melintasi jalur tol melainkan memilih melewati jalur arteri.
“Dengan demikian tujuan utama jalan tol untuk logistik dan perekonomian tidak tercapai, dan jalan arteri menuju Priok makin macet,” lanjutnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Aptrindo Kyatmaja Lookman mengatakan secara umum dengan adanya integrasi tersebut tarif tol untuk angkutan barang akan cenderung lebih murah. Menurutnya, sistem tersebut bisa menghemat tarif tol kurang lebih hingga 50%.
Pasalnya, dengan berkurangnya tarif tol maka pengusaha bisa menghemat biaya angkutan barang sebesar 3% sampai 4%.
Sementara itu, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi juga mengatakan integrasi sistem transaksi tol JORR memang didesain untuk angkutan logistik sehingga logistic fee bisa lebih murah.
“Jadi kalau integrasi lebih menguntungkan angkutan logistik adalah hal yang wajar, bahkan positif. Turunnya tarif tol untuk angkutan logistik di tol JORR diharapkan bisa menurunkan logistic fee dan bahkan turunnya harga di sisi end user,” kata Tulus.
Di sisi lain Tulus menilai integrasi tarif harus menjadi target untuk meningkatkan pelayanan, khususnya aspek standar pelayanan minimal (SPM) jalan tol. Sebab, adanya integrasi akan memangkas keberadaan beberapa gate, sehingga memangkas lamanya transaksi dan antrean, mengingat banyaknya transaksi memang bisa menghambat laju kendaraan.
Kendati begitu, Tulus mengingatkan pemerintah agar sistem integrasi tersebut tidak menjadi kenaikan tarif secara terselubung. Sebab kenaikan tarif tol sudah diatur setiap dua tahun sekali.
“Oleh karenanya, pengelola jalan tol harus bisa membuktikan bahwa revenue pengelola tol tidak naik pascaintegrasi. Jika revenue tambah berarti ada kenaikan tarif secara terselubung, sepihak, dan pelanggaran terhadap PP tentang Jalan Tol,” ujarnya mengingatkan.
Di sisi lain, Dirjen Perhubungan Darat Budi Setiyadi mengaku rencana kebijakan itu memang memberatkan pengguna tol jarak pendek. Namun dia sepakat jika kebijakan itu menguntungkan dunia usaha khususnya pelaku logistik.
“Setahu saya, dari pelaku logistik mintanya [integrasi] dipanjangin sampai Tanjung Priok, jadi akan mempermudah, jadi cuma satu single gate langsung ditarik biayanya. Yang mengeluh mungkin jarak pendek, karena malah jadi mahal,” ujarnya.
Untuk diketahui, dalam waktu dekat, Kementerian PUPR dan BPJT akan melakukan integrasi tarif di beberapa ruas jalan tol, salah satunya ruas tol lingkar luar (tol JORR).
Integrasi tarif tersebut memang akan memukul/memberatkan pengguna tol jarak pendek, khususnya kendaraan pribadi dan akan menguntungkan untuk pengguna tol jarak jauh.
Sebagai contoh, untuk jarak terpendek biasanya Rp3.500 akan menjadi Rp15.000. Sedangkan untuk jarak terjauh, melewati tiga gate yang biasanya membayar total Rp22.000 akan terpangkas menjadi Rp15.000 saja.