Bisnis.com, JAKARTA—Permintaan mainan edukatif menjelang Lebaran meningkat. Namun, kenaikan permintaan tersebut lebih didorong oleh kebutuhan tahun ajaran baru dibandingkan dengan kebutuhan mainan pribadi anak.
Danang Sasongko, Ketua Umum Asosiasi Penggiat Mainan Anak Edukatif dan Tradisional Indonesia (Apmeti), mengatakan tahun ajaran baru akan dimulai pada 16 Juli. Namun, lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) telah mempersiapkan kebutuhan sejak awal atau berbarengan dengan bulan puasa.
"Permintaan memang meningkat, tetapi kalau untuk keperluan anak-anak pada Lebaran tidak signifikan. Lebih untuk pengadaan PAUD di tahun ajaran baru," ujarnya kepada Bisnis, Senin (11/6/2018).
Secara umum, hingga bulan keenam, permintaan permainan edukatif cenderung meningkat karena bantuan operasional pendidikan (BOP) untuk PAUD dan taman kanak-kanak (TK), salah satunya paket pengadaan mainan edukatif. Selain itu, pertumbuhan lembaga PAUD baru juga mempengaruhi permintaan.
"Jadi, memang pasti ada peningkatan, terutama di awal tahun. Selama 3 bulan pertama ada kenaikan omzet karena persiapan tahun ajaran baru," jelas Danang.
Adapun, potensi dari proyek pemerintah dalam penyediaan mainan edukatif terbilang besar. Hal ini karena pasar di sekitar Jakarta tercatat mencapai lebih dari 3.000 pendidikan anak usia dini (PAUD). Angka tersebut belum termasuk seluruh PAUD yang ada di Tanah Air.
Menurut catatan Bisnis, pengrajin mainan edukatif yang tergabung dalam Apmeti mencapai 22 pengrajin, dengan total kemampuan produksi rata-rata 88.000—110.00 unit per bulan. Kemampuan produksi ini dapat dimaksimalkan hingga 176.000 unit per bulan saat permintaan meningkat.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) Sutjiadi Lukas mengatakan industri mainan Indonesia memiliki peluang yang sangat besar. Saat ini gambarannya terdapat 4,5 juta kelahiran setiap tahun. Jumlah ini merupakan pasar potensial yang dapat digarap oleh pengusaha. Pada sisi lain juga terdapat komunitas yang menyukai mainan membuat potensi pasar semakin lebar. Lukas juga menyebutkan pangsa pasar produsen dalam negeri saat ini baru di kisaran 35%. Sisanya masih dipenuhi oleh mainan impor.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian tengah berupaya meningkatkan kapasitas produksi mainan anak dengan mengajak investor China untuk masuk ke dalam negeri. Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan impor mainan anak saat ini semakin tinggi.
Pada tahun lalu, impor mainan anak naik lebih dari 20% secara tahunan. "Untuk industri mainan yang ada perusahaan asal Amerika Serikat, China belum. Jadi, kami ajak beberapa perusahaan mainan di sana untuk kerja sama dengan perusahaan nasional," ujarnya.