Bisnis.com, JAKARTA - Kelahiran di Jepang mencapai rekor terendah tahun lalu, karena orang berjuang untuk menyeimbangkan pekerjaan dan perawatan anak meskipun ada subsidi pemerintah dan reformasi gaya kerja Perdana Menteri Shinzo Abe.
Seperti dikutip dari Asia Nikkei pada Sabtu (2/6/2018), Jepang memiliki 946.060 kelahiran pada 2017, kata kementerian kesehatan pada Jumat. Penghitungan menurun lebih dari 30.000 untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, turun lebih jauh di bawah angka 1 juta. Kelahiran tahunan di Jepang mencapai puncaknya pada 2,69 juta pada 1949.
Tingkat kesuburan total Jepang berdasarkan rata-rata jumlah anak-anak yang akan ditanggung seorang wanita dalam masa hidupnya, kini telah menurun selama dua tahun berturut-turut menjadi 1,43, turun 0,01 poin pada tahun ini.
Penurunan tajam dalam kelahiran berkaitan dengan penurunan populasi wanita dalam kelompok usia subur. Jumlah wanita yang berusia 15-49 menyusut 1,3% menjadi 24,98 juta. Dan mereka 25 hingga 39 tahun yang merupakan kelompok usia yang menyumbang sekitar 80% dari semua kelahiran, menurun 2,5%.
Tren yang berkembang dari menunda pernikahan dan menjadi orang tua turut berperan. Usia rata-rata ketika wanita memiliki anak pertama mereka telah meningkat menjadi 30,7, yang mengurangi kemungkinan memiliki anak kedua.
"Wanita dan pria memiliki alasan berbeda untuk menunda pernikahan. Wanita ragu untuk menikah karena mereka ingin tetap bekerja. Sementara pria tidak siap karena penghasilan yang lebih rendah dari pekerjaan tidak rutin," kata Kenji Yumoto, wakil ketua Japan Research Institute.
Pemerintah memperkirakan tingkat kesuburan yang diinginkan di Jepang, jauh lebih tinggi dari angka kesuburan sebenarnya. Kesulitan menyeimbangkan kehidupan keluarga dan pekerjaan tampaknya menjadi penghalang, terutama di kota-kota besar.
Tingkat kesuburan di Tokyo adalah yang terendah di seluruh Jepang, turun ke 1,21 dari 1,24 pada tahun 2016. Tingkat di Osaka menurun 0,02 poin menjadi 1,35. Banyak rumah tangga di kota-kota besar adalah keluarga inti dengan pendapatan ganda tanpa keluarga besar di dekatnya untuk membantu merawat anak-anak. Jadi kurangnya fasilitas penitipan anak merupakan masalah serius.
"Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menumbuhkan lingkungan yang memberi karyawan kelonggaran untuk menikah dan memiliki anak. Manajemen harus melembagakan tempat kerja yang lebih sehat dengan jam kerja yang lebih pendek dan lebih sedikit stres," kata Yasuko Matoba, peneliti senior di Dai-ichi Life Research Institute.
Negara maju lainnya juga melihat angka kelahiran menurun. Enam dari Kelompok Tujuh ekonomi maju, kecuali Kanada, mengalami penurunan tahun lalu. Kelahiran AS turun menjadi 3,85 juta, paling sedikit dalam tiga dekade.