Bisnis.com, JAKARTA — Kewenangan untuk menerima kuasa wajib pajak tak lagi menjadi otoritas konsultan pajak. Setiap pihak kini bisa menjadi kuasa dari wajib pajak asalkan memahami persoalan terkait perpajakan.
Dalam amar putusannya, Hakim Majelis Mahkamah Konstitusi mengatakan bahwa pasal 32 ayat 3a Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bertentangan dengan UU 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang dimaknai hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis administratif dan bukan pembatasan atau perluasan hak dan kewajiban warga negara.
Pokok gugatan sesuai dengan amar tersebut adalah mengenai dalil dalam Pasal 32 ayat 3a UU KUP yang berbunyi bahwa persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 3 diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. Aturan ini oleh pemohon dianggap inkonstitusional karena melanggar hak-hak warga negara dan cenderung diskriminatif.
Namun demikian, dengan putusan tersebut, ketentuan yang telah diterjemahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa secara praktis masuk kategori konstitusional bersyarat dan perlu ada perluasan makna mengenai pihak yang ditunjuk sebagai kuasa WP.
Majelis hakim konstitusi yang diketuai oleh Anwar Usman dalam pertimbangannya menjelaskan alasan soal putusan tersebut. Bagi majelis hakim pendelegasian kewenangan yang mengatur hal-hal yang bersifat teknis administratif bukan dimaksudkan untuk memberikan kewenangan yang lebih (over capacity of power) kepada Menteri Keuangan.
Pendelegasian tersebut menurut mereka hanya untuk mengatur lebih lanjut mengenai syarat dan tata pelaksanaan kuasa. Artinya pengaturan itu tak boleh berisikan materi muatan yang seharusnya merupakan materi muatan peraturan yang lebih tinggi, lebih-lebih materi undang-undang.
"Menimbang berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, dalil permohonan mengenai inkonstitusional beralasan menurut hukum untuk sebagian, sepanjang tak membatasi hak konstitusional warga negara dan bukan pembatasan atau perluasan hak dan kewajiban," kata majelis hakim konstitusi, Kamis (26/4/2018).
Adapun pasal 32 ayat 3 UU KUP menjelaskan orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan perundang-undangan. Ketentuan tersebut kemudian diatur dalam pasal 3a yang menyatakan bahwa kuasa yang dimaksud harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan mengenai keputusan menteri keuangan.
Dalam konteks aturan teknisnya, pasal tersebut diterjemahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa. Kuasa dalam ketentuan yang dimaksud adalah konsultan pajak dan karyawan wajib pajak. Aturan ini jika merujuk putusan MK dianggap melebihi undang-undang.
Adapun Direktorat Jenderal Pajak belum mau menanggapi putusan MK yang telah menetapkan Pasal 3 ayat 3a UU KUP inkonstitusional bersyarat.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya perlu mengecek putusan tersebut.
Sementara itu, Petrus Bala Pattyona, advokat selaku pemohon uji materi, mengatakan bahwa dengan putusan dari MK tersebut, hak untuk diberikan kuasa wajib pajak tak lagi terbatas kepada konsultan pajak, advokat atau orang lain yang berada di luar konsultan pajak juga bisa menerima kuasa dari wajib pajak.
"Makanya konstitusional bersyarat asalkan, pihak yang diberi kuasa ini mengerti persoalan mengenai perpajakan," jelasnya.