Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah mengkalim lebih kecilnya defisit keseimbangan primer merupakan bukti lain dari manajemen financing yang kian membaik. Adapun, defisit keseimbangan primer hingga akhir Maret 2018 tercatat Rp17,3 triliun atau membaik dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp38,7 triliun.
"Kesimpulannya, utang ditarik pemerintah secara terukur dan terkendali masih dalam target yang ditetapkan dalam APBN," kata Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kemenkeu, Scenaider C.H. Siahaan kepada Bisnis.com, Selasa (17/4/2018).
Sebagai informasi, keseimbangan primer adalah penerimaan negara dikurangi belanja, di luar pembayaran bunga utang. Sedangkan defisit/surplus adalah pengurangan pendapatan terhadap belanja negara.
Berdasarkan data Kementerian keuangan, pada 2014 keseimbangan primer negatif hanya Rp93,3 triliun, tetapi pada 2015 meningkat cukup signifikan, yakni Rp142,5 triliun.
Pada 2016, angka tersebut dapat ditekan hingga Rp125,6 triliun dan pada 2017 kembali mengalami kenaikan tipis menjadi Rp129,3 triliun. Sementara itu, pada tahun ini pemerintah menargetkan defisit keseimbangan primer pada Rp80 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pemerintah masih harus berhati-hati meskipun capaian defisit keseimbangan primer sepanjang 2018 relatif baik. Menurutnya, capaian tersebut lebih dikarenakan serapan belanja yang sifatnya masih rutinitas.
Dia mengatakan, serapan belanja yang tumbuh sekitar 18% masih tergolong terbatas, sedangkan penerimaan masih yang tumbuh 17% tersebut belum sesuai dengan target yang diinginkan pemerintah.
Oleh karena itu, dirinya menyarankan pemerintah masih perlu meningkatkan kemampuan dalam pengumpulan pajaknya. "Kalau tidak yang terjadi, seperti kemarin, pemerintah terpaksa memangkas 14 PSN-nya," kata Enny kepada Bisnis.