Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Land Swap: Pemerintah Diminta Transparan

Kebijakan tukar guling lahan gambut dikhawatirkan akan mengancam hutan alam dan berpotensi memicu konflik dengan masyarakat adat atau lokal di tanah mineral. Pemerintah diminta transparan.
 Warga mengambil air untuk kebutuhan MCK di parit rawa gambut Kampung Singkep, Muara Sabak Barat, Tanjung Jabung Timur, Jambi, Selasa (25/4)./Antara-Wahdi Septiawan
Warga mengambil air untuk kebutuhan MCK di parit rawa gambut Kampung Singkep, Muara Sabak Barat, Tanjung Jabung Timur, Jambi, Selasa (25/4)./Antara-Wahdi Septiawan

Bisnis.com, JAKARTA -- Kebijakan tukar guling lahan gambut dikhawatirkan akan mengancam hutan alam dan berpotensi memicu konflik dengan masyarakat adat atau lokal di tanah mineral. Pemerintah diminta transparan.

Sepuluh lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menilai penentuan lahan pengganti tidak transparan dan membuka ruang partisipasi publik. Mereka adalah Aueriga, Elsam, Yayasan Pusaka, Kemitraan, WWF Indonesia, Wetland International, Belantara Papua, Gemapala Fakfak, Eyes on The Forest, HaKi.

"Atas nama perlindungan gambut, proses yang tidak transparan dan akuntabel tersebut sangat membahayakan bagi hutan-hutan alam tersisa, seperti di Kalimantan, Sumatra, dan Papua, karena bisa saja ditetapkan sebagai area land swap untuk kemudian dikonversi menjadi konsesi HTI," sebut Koalisi Masyarakat Sipil dalam siaran pers, Kamis (5/4/2018).

Meskipun di beberapa tempat area tersebut sudah tidak kompak (fragmented) atau bahkan berupa belukar muda, menurut Koalisi, tutupan hutan seperti itu tetap saja berfungsi penting sebagai ekosistem yang memiliki cadangan karbon yang menjaga perubahan iklim dan habitat keragaman hayati.

Dengan demikian, kebijakan tersebut berpotensi mengancam sumber-sumber kehidupan dan sosial masyarakat adat/lokal yang selama bertahun-tahun bergantung pada hutan di daerah tersebut. Land swap juga tidak memberikan kepastian waktu dan bentuk pemulihan lahan gambut yang ditinggalkan.

Koalisi mengusulkan agar area yang ditukar guling hanya berdasarkan hutan tanaman saat ini (existing plantation only), bukan berdasarkan luas izin, serta bukan merupakan hutan alam atau hutan yang dikelola masyarakat lokal.

Koalisi juga merekomendasikan agar pemerintah melakukan beberapa langkah.

Pertama, memublikasi hasil revisi rencana kerja usaha (RKU) dan rencana kerja tahunan (RKT) perusahaan HTI yang terkena kewajiban pemulihan lahan gambut, terutama yang lahannya terbakar sepanjang 2015-2018. KLHK juga hendaknya mengumumkan nama-nama perusahaan yang telah mengajukan revisi RKU dan RKT serta yang tidak bersedia merevisi RKU dan RKT.

Kedua, memublikasikan rencana pemulihan ekosistem gambut yang telah diajukan oleh perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) dan yang telah disetujui oleh KLHK.

Ketiga, mengidentifikasi area untuk diseleksi sebagai area potensial land swap, dan hanya menunjuk area yang bebas masalah dan bebas konflik (clear and clean) dari daftar potensial tersebut yang diperuntukkan sebagai area land swap.

Keempat, pemberian izin pada area land swap dilaksanakan secara terbuka dan melibatkan partisipasi publik.

Kelima, memperbaiki kebijakan land swap dengan memastikan perusahaan yang telah mendapatkan area baru tetap bertanggung jawab untuk melakukan pemulihan pada area gambut yang ditinggalkannya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper