Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha HTI Percepat Identifikasi Lahan Land Swap

Pengusaha akan mempercepat identifikasi areal land swap menyusul kesediaan pemerintah menyiapkan lahan pengganti seluas 910.393 hektare untuk menukar-guling hutan tanaman industri yang dialihgfungsikan menjadi kawasan lindung.
Foto udara lahan gambut yang dijadikan areal tanam sawit: masih tampak sisa terbakar./KLHK-Istimewa
Foto udara lahan gambut yang dijadikan areal tanam sawit: masih tampak sisa terbakar./KLHK-Istimewa
Bisnis.com, JAKARTA -- Pengusaha akan mempercepat identifikasi areal land swap menyusul kesediaan pemerintah menyiapkan lahan pengganti seluas 910.393 hektare untuk menukar-guling hutan tanaman industri yang dialihgfungsikan menjadi kawasan lindung. 
 
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan pihaknya segera membentuk tim internal APHI untuk percepatan identifikasi itu guna meminimalkan dampak kesenjangan pasokan bahan baku industri dalam 5-6 tahun ke depan. 
 
"Waktu terus berjalan, pemegang izin [HTI] hanya diberi enam bulan untuk mengajukan areal land swap setelah RKU [rencana kerja usaha] disahkan. Kami tidak bisa menunggu. Upaya proaktif diperlukan untuk mengidentifikasi areal land swap, baik dari sisi lokasi, luas, maupun kelayakannya," katanya dalam keterangan resmi, Jumat (14/7/2017). 
 
Menurut dia, ada beberapa langkah yang perlu secepatnya diambil oleh pemegang izin terkait penerbitan kebijakan land swap itu. 
 
Pertama, pengajuan revisi RKU dan pengesahannya. Setelah itu, pemegang izin dapat mengajukan permohonan verifikasi terhadap areal kerjanya yang masuk dalam fungsi lindung ekosistem gambut (FLEG), yang saat ini sebagian besar masih menggunakan peta 1:250.000.
 
Permohonan verifikasi dilengkapi dengan data-data termutakhir milik pemegang izin yang lebih detail dan fakta-fakta di lapangan. Hasil verifikasi akan menjadi pertimbangan untuk meninjau peta FLEG yang menurut ketentuan dapat direvisi setiap enam bulan. 
 
Kedua, pemegang izin secara paralel mengajukan areal land swap sesuai dengan luasan areal yang terkena FLEG. 
 
"Jika penerbitan areal land swap sesuai waktu yang ditetapkan, kesenjangan pasokan bahan baku karena areal eks panen di areal FLEG tidak boleh lagi ditanam kembali, dapat diminimalisir," tutur Purwadi. 
 
Ketiga, sambung dia, setelah RKU disahkan, pemegang izin segera mengajukan rencana pemulihan ekosistem gambut dan menerapkan tata kelola lahan gambut yang baik secara konsisten dan berkelanjutan.
 
Menurut Purwadi, jika terbukti tidak terjadi kebakaran di areal kerjanya dan pemulihan gambut berjalan baik dalam 1-2 tahun ke depan, pemegang izin hendaknya memperoleh insentif berupa revisi dokumen perencanaan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No P.40/2017.
 
Dia berharap, setelah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menurun tahun lalu, tahun ini merupakan fase kedua untuk membuktikan upaya pencegahan dan pengendalian karhutla dilakukan secara konsisten sekaligus membuktikan komitmen pemegang izin terhadap ketentuan dalam paket kebijakan perlindungan dan pengelolaan lahan gambut.
 
"Jika 2017 dapat dilalui dengan baik, kami berharap ada perluasan insentif kepada pemegang izin HTI dalam pengelolaan lahan gambut," ujarnya.
 
Sehari sebelumnya, Sekjen KLHK Bambang Hendroyono mengumumkan lokasi lahan pengganti tersebar di enam pulau, yakni Sumatra seluas 281.195 ha, Kalimantan 300.390 ha, Sulawesi 11.060 ha, Nusa Tenggara 60.515 ha, Maluku 101.210 ha, dan Papua 158.145 ha. 
 
Luasan lahan itu ditetapkan berdasarkan realisasi tanaman pokok di FLEG seluas 699.929 ha dan alokasi tanaman pokok di FLEG dan belum ditanami 210.464 ha.
 
Dari 97 perusahaan yang mengajukan revisi RKU, kata Bambang, tiga di antaranya telah mengantongi persetujuan dari KLHK, yakni PT Hutan Ketapang Industri, PT Taiyoung Engreen, dan PT Dharma Hutani Makmur. 
 
"Kalian [perusahaan HTI] yang konflik-konflik [konflik dengan masyarakat atau sengketa lahan] segera selesaikan. Kami fasilitasi, kami datangi bersama tim terkait. Jadilah sebuah areal yang bisa dikelola dengan baik," kata Bambang, (Bisnis.com, 13/7/2017).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper