Bisnis.com, JAKARTA -- Pebisnis mendesak adanya revisi Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No:229/PMK.04/2017, tentang tata cara pengenaan bea masuk atas barang impor, karena dianggap memberatkan pelaku usaha nasional.
Sekjen BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Erwin Taufan menilai beleid yang mengatur tentang tata cara pengenaan bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional itu, menjadi persoalan di lapangan, terutama bagi importir yang bermitra/memercayakan kepengurusan dokumen importasinya kepada perusahaan forwarder maupun jasa kepabeanan atau PPJK.
"Itu masalah Permenkeu 229, bisa dilakukan sinergi ALFI dengan GINSI supaya para importir memahami kesulitan dari PPJK anggota ALFI. Kita sama-sama mengingatkan pemerintah," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (21/3/2018).
Taufan mengatakan selama ini PPJK mewakili dan merupakan kepanjangan tangan pemilik barang dalam menyelesaikan kegiatan dokumen kepabeanan di pelabuhan.
"Kalau ada kesulitan pada PPJK atas implementasi beleid itu, pihak pemilik barangnya juga mesti mengetahui sehingga kami juga bisa ikut mendesak Menkeu untuk merevisi beleid itu," paparnya.
Kalangan pelaku usaha logistik justru menilai Permenkeu No.229/PMK.04/2017 berpotensi membunuh PPJK yang pada umumnya tergolong usaha kecil dan menengah atau UKM.
Ketua DPW ALFI DKI Jakarta, Widijanto mengatakan akibat pemberlakuan beleid itu saat ini banyak PPJK anggota ALFI DKI Jakarta harus menanggung bea masuk barang, padahal semestinya sesuai aturan tidak dikenakan bea masuk sebagaimana kesepakatan perdagangan bebas Asean.
"Selama sepekan terakhir ini saja, sudah hampir 100-an perusahaan anggota kami yang melaporkan ke ALFI DKI terkait masalah itu," ujarnya kepada Bisnis.(k1)