Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

REVISI PP PAJAK UKM: Berikut Bocorannya!

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan segera merampungkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sebagai dasar hukum pengenaan pajak bagi wajib pajak UKM, yaitu wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun.
Perajin gitar Isa Ansori menata gitar listrik buatannya di rumah sekaligus bengkel kerja di Desa Sumberjo, Kediri, Jawa Timur, Jumat (9/3/2018)./ANTARA-Prasetia Fauzani
Perajin gitar Isa Ansori menata gitar listrik buatannya di rumah sekaligus bengkel kerja di Desa Sumberjo, Kediri, Jawa Timur, Jumat (9/3/2018)./ANTARA-Prasetia Fauzani

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan segera merampungkan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sebagai dasar hukum pengenaan pajak bagi wajib pajak UKM, yaitu wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun.

Menurut informasi, salah satu poin penting revisi adalah komitmen pemerintah menurunkan tarif PPh Final dari 1% menjadi 0,5% dengan tetap mempertahankan threshold (ambang batas) pelaku UKM sebesar Rp 4,8 miliar. 

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), mengatakan, penurunan tarif ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap pelaku UKM dan menepis tuduhan bahwa pelaku UKM akan dijadikan sasaran pemungutan pajak.

"Hal ini juga sekaligus menjawab penantian para pelaku e-commerce [pedagang  online] yang berharap adanya insentif di fase pertumbuhan ini," kata Prastowo, Selasa (20/3/2018).

Pilihan mempertahankan threshold Rp4,8 miliar juga sangat wajar di tengah kondisi perekonomian nasional yang sedang menggeliat bangkit, apalagi jika memperhitungkan tingkat inflasi 5 tahun terakhir, secara riil ambang batas ini sudah turun/disesuaikan. Secara administrasi hal ini juga akan memudahkan wajib pajak dan fiskus.

Menurut rencana, lanjut dia, pelaku UKM yang mengalami kerugian juga akan diperlakukan secara fair karena disediakan opsi untuk memenuhi kewajiban pajak menggunakan basis laba bersih, bukan tarif final atas peredaran usaha (omzet).

Dengan demikian, apabila wajib pajak mengalami kerugian, mereka tidak akan membayar pajak sehingga tidak membebani. Sebagai konsekuensinya, wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan agar dapat dihitung laba (rugi) bersih dan jumlah pajak terutang.

Desain kebijakan yang tepat dan implementasi yang baik akan memperluas basis pajak karena mendorong semakin banyak pelaku UKM masuk ke dalam sistem perpajakan. 

Pelaku UKM yang didorong menyelenggarakan pembukuan dengan baik juga akan diuntungkan karena membangun budaya transparan dan akuntabel sehingga akan mendapat kepercayaan lebih besar dari lembaga keuangan, pelanggan, dan investor.

Pekerjaan rumah selanjutnya adalah pedoman teknis yang lebih jelas mengenai jangka wajib pajak dapat menggunakan skema ini, fasilitas pembukuan sederhana dan penyempurnaan PSAK untuk UKM, simplifikasi administrasi terkait SKB (Surat Keterangan Bebas),  standardisasi perlakuan di lapangan, dan kemudahan dalam pembayaran/pelaporan.

Kebijakan ini seyogianya bersifat transisional. "Pada saat bersamaan, kami juga mendorong pemerintah meningkatkan koordinasi dan integrasi kebijakan dan insentif agar dampaknya semakin dirasakan oleh masyarakat luas," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper