Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah berencana meningkatkan penggunaan sistem pembelajaran dalam jaringan di tingkat universitas guna memperbesar persentase kenaikan Angka Paritisipasi Kasar Perguruan Tinggi yang rerata pertumbuhannya hanya mencapai 0,5% setiap tahunnya.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menjelaskan, sistem pembelajaran dalam jaringan memungkinkan pemerintah untuk mengawasi standarisasi modul pelajaran yang disertakan dalam pendidikan. Penggunaan teknologi pendidikan daring ini juga dianggap salah satu solusi mengatasi ketidakmerataan akses pendidikan akibat kondisi geografis berupa negara kepulauan.
“Kita akan bangun Cyber University untuk melakukan review terhadap modul yang dimasukkan ke dalam sistem online learning supaya memenuhi standar mutu yang ditetapkan,” ujarnya di sela-sela Learning Innovation Summit, Rabu (14/3/2018).
Dia mengatakan, pemerintah telah menggalakkan sistem pembelajaran daring sejak 2017 lalu, namun belum begitu masif. Pada tahun ini, pihaknya bertekad untuk semakin meningkatkan implementasi sistem pembelajaran daring di seluruh Indonesia.
“Ini [online learning] sudah kami ujicobakan. Pionirnya Universitas Terbuka. Lainnya ada politeknik dan beberapa universitas. Kemarin sifatnya memang baru uji coba, sekarang bagaimana bisa memasifkan hal ini,” ujarnya.
Menurutnya, penggunaan sistem daring diharapkan dapat mengatrol tingkat pertumbuhan Angka Paritisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi yang biasanya hanya tumbuh 0,5% per tahun menjadi setidaknya 2% setiap tahunnya. Dengan demikian, pada 2019 nanti tingkat APK masyarakat untuk masuk ke Perguruan Tinggi diproyeksikan dapat menyentuh angka 34%, dari posisi 2017 yang sebesar 31 % secara nasional.
Sebagai gambaran, tingkat APK Perguruan Tinggi Indonesia masih terbilang kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 37,2%, Thailand 51,2% dan Korea Selatan yang mencapai 92,8%.
Data Kemenristekdikti menyebut, saat ini terdapat total 4.550 Perguran Tinggi di tanah air baik Negeri maupun Swasta. Sementara APK masyarakat masuk ke Perguruan Tinggi hanya sebesar 31,1% dari penduduk rentang usia 19-23 tahun yang mempunyai kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, Indonesia memilliki kebijakan politik untuk mengalokasikan 20% dari APBN untuk pendidikan, atau pada tahun ini mencapai sekitar Rp440 triliun. Namun, dia menilai dana sebesar itu belum efektif untuk mengantrol tingkat Human Index Capital Indonesia secara cepat.
“Diperlukan cara baru, pola pikir kita dalam memanfaatkan teknologi untuk pendidikan,” ujarnya.
Dalam memajukan teknologi pendidikan, ujarnya, Kominfo berperan dalam menyediakan dan membangun infrastruktur telekomunikasi yang menjangkau seluruh pelosok Indonesia. Mengenai hal ini, pihaknya mengaku telah memiliki kebijakan berpihak (affirmative policy) untuk membangun infrastruktur serat optik broadband di daerah yang tidak dibangun operator.
Dia menjelaskan, saat ini terdapat sekitar 226.000 sekolah tingkat SD, SMP, hingga SMA yang belum terhubung dengan internet. Melalui proyek Palapa Ring Barat dan Timur, pemerintah akan membangun infrastruktur telekomunikasi di 58 kabupaten yang selama ini tidak memilki akses internet.
“Kita juga punya program untuk bangun satelit sendiri secara PPP [Public Private Partnership]. Perkiraannya akhir tahun sudah ditetapkan pemenangnya, sehingga akhir 2021 atau awal 2022 seluruh sekolah telah terjangkau oleh internet,” jelasnya.