Bisnis.com, JAKARTA—Pengelolaan fasilitas pergudangan dikawasan pabean pelabuhan Tanjung Priok menyatakan biaya jasa layanan gudang untuk kargo impor berstatus less than container load (LCL) saat ini sudah tertib dan seragam.
Rudolf Valentino Bey , Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Seluruh Indonesia (Aptesindo), mengatakan dengan sistem IT yang mumpuni melalui TPS online, seluruh tarif layanan gudang di wilayah pabean Priok sudah transparan.
"Kalau soal tarif layanan gudang untuk jenis kargo impor LCL saat ini sudah transparan," ujarnya Rudolf yang juga Dirut PT Air & Marine Supply (Airin) kepada Bisnis hari ini Senin (26/2/2018).
Dia menyampaikan hal itu merespon kehadiran fasilitas pusat konsolidasi kargo atau container freight station (CFS) center di Pelabuhan Priok oleh PT.Pelindo II/IPC.
"Layanan kargo impor LCL itu kan sifatnya busines to busines (b to b), karenanya operator dan fasilitas gudang yang memiliki layanan prima tentunya akan lebih dimanfaatkan para customer," paparnya.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto mengatakan CFS center Priok belum memberikan manfaat signifikan pada efisiensi dan percepatan arus barang dari dan ke pelabuhan itu.
"Layanannya di CFS itu masih sama dan gak jauh beda dengan fasilitas di gudang lainnya di wilayah pabean Priok.Jadi bagi pelaku logistik anggota ALFI kehadiran fasilitas CFS tersebut belum dirasakan manfaatnya," ujarnya.
Yusril Yusuf, Ketua Bidang Hukum DPW ALFI DKI Jakarta, mengatakan masalah layanan CFS center pelabuhan Priok yang saat ini digadangkan, dinilainya masih sama fungsi dan keberadaannya dengan yang diberlakuan di gudang lainnya karena tarifnya juga sudah hampir seragam.
"Masalah biaya [di luar tarif kesepakatan] yang timbul juga sudah tidak ada lagi.
Yang jadi masalah adalah untuk kargo import yang transaksi dagangnya menggunakan cost insurance and freight (CIF) atau prepaid,karena yang kontrol adalah shipper di pelabuhan muat," ujar Yusril.
Namun,imbuhnya, buat kargo yang transaksi dagangnya menggunakan free on bord (FOB), malah tarifnya dibawah tarif kesepakatan.
"Selama ini yang saya tahu,hanya sebagian kecil importir saja yang komplain soal layanan LCL itu. Apalagi sekarang ini kebanyakan importir sudah banyak yang beralih dari transaksi dagang CIF ke FOB,khususnya untuk kargo bahan baku," tuturnya.
Artinya, kata Yusril, importir bisa memilih forwarder mana yang memberikan tarif murah. "Lagi pula inikan sifatnya B to B,kesepakatan bisa dilakukan sebelum barang dikirim," ujar dia.