Bisnis.com, JAKARTA -- Perusahaan pelayaran milik negara, PT Djakarta Lloyd (Persero) berencana merambah angkutan luar negeri sejalan dengan penerapan Permendag No.82 Tahun 2017 yang mewajibkan penggunaan armada kapal nasional untuk ekspor batu bara dan minyak sawit.
Direktur Utama Djakarta Lloyd, Suyoto mengatakan potensi angkutan ekspor batu bara terbilang menggiurkan karena dalam setahun volume ekspor diperkirakan mencapai 300 juta ton. "Produksi batu bara dalam negeri, 2/3-nya kan untuk ekspor, jadi besar sekali," jelasnya kepada Bisnis.com, Senin (12/2/2018).
Beyond cabotage merupakan kegiatan angkutan ekspor impor yang memprioritaskan penggunaan kapal berbendera Merah Putih atau dioperasikan perusahaan pelayaran nasional, dan diawaki oleh awak berkebangsaan Indonesia.
Saat ini, Djakarta Lloyd menangani angkutan batu bara ke pembangkit listrik milik PT PLN (Persero) dengan volume 3,7 ton per tahun atau tiga kali lipat dari kontrak pada 2017. Suyoto menyebut, pihaknya juga tengah menjajaki kontrak dengan beberapa perusahaan swasta.
Dalam catatan Bisnis.com, Djakarta Lloyd yang didirikan pada 1950 itu punya pengalaman mengangkut kargo ke pelabuhan internasional. Pada era 1960, Djakarta Lloyd mengoperasikan 20 kapal dengan kantor cabang tersebar di 4 benua.
Djakarta Lloyd juga sempat hampir bangkrut karena terlilit utang. Kini, perseroan telah menuntaskan restrukturisasi utang sebesar Rp1,5 triliun kepada para kreditor lewat skema konversi saham. Djakarta Lloyd juga telah mendapat penyertaan modal negara (PMN) sebanyak Rp350 miliar dan PMN nontunai senilai Rp379,3 miliar.
Baca Juga
Untuk diketahui, Permendag No.82 Tahun 2017 akan berlaku efektif pada Mei 2018. Beleid ini dinilai menjadi tahap awal penerapan beyond cabotage sekaligus menjadi ladang baru bagi pengusaha pelayara nasional. Indonesia National Shipowner Association (INSA) sebelumnya menyatakan, regulasi itu juga akan menjadi lompatan besar dalam memperbaiki defisit neraca jasa Indonesia.
Selama ini, transportasi laut kerap disorot karena menjadi salah satu penyumbang terbesar defisit neraca jasa karena 90% angkutan ekspor dikuasai perusahaan pelayaran asing. Data Kemenhub menunjukkan, di 2016 angkutan luar negeri pelayaran nasional hanya mencapai 67,23 juta ton sedangkan pelayaran asing memuat 976,20 juta ton.