Bisnis.com, JAKARTA – Setahun yang lalu, hotel milik Justin Giovanni di Surabaya beroperasi dengan tingkat hunian hanya 30% dan stafnya berjuang dengan menggunakan teknologi.
Saat ini, tingkat okupansi hotel milik Justin mencapai 70% .Dia adalah satu dari 500 lebih pemilik hotel yang telah bergabung dengan RedDoorz, sebuah platform penyedia hotel budget online
RedDoorz didirikan oleh Amit Saberwal, pria asal India dengan lebih dari 20 tahun pengalaman di bidang perhotelan dan pariwisata dan saat ini juga menjabat sebagai CEO perusahaan.
Perjalanan Karir
Foto: Singapore Business Review
Amit Saberwal memulai karirnya di industri perhotelan dengan bekerja di Sarovar Hotels & Resorts di tahun 1997. Di masa kerjanya hinnga Februari 2002, Amit memiliki peran penting dalam mengembangkan jaringan hotel perusahaan sebagai Regional Sales Manager.
Pindah dari Sarovar Hotels & Resorts, Amit melanjutkan karirnya di The Park Hotels sebagai Sales and Marketing Director hingga tahun 2005.
Pada April 2005, ia bergabung dengan MakeMyTrip.com sebagai Senior Vice-President of Distribution. Di sini, Amit bertanggung jawab untuk mendistribusikan produk MakeMyTrip secara lengkap melalui saluran B2C dan B2B di seluruh India, yang mencakup pengembangan lini bisnis baru seperti liburan domestik, pertemuan & insentif, serta pameran dagang.
Tujuh tahun di MakeMytrip.com, Amit mendapat peran baru sebagai Chief Business Officer untuk pasar internasional. Amit berkonsentrasi memperluas operasi MakeMyTrip dan meningkatkan pengalaman pelanggan di pasar internasional.
Awal Mula RedDoorz
Dekat dengan pasar Asia Tenggara saat bekerja di MakeMyTrip, Amit menyadari besarnya potensi bisnis perhotelan di sana dengan tersebarnya pusat pariwisata dan bisnis terkemuka seperti Thailand, Bali, Singapura, Jakarta dan Kuala Lumpur.
Akan tetapi, Amit menganggap potensi pasar ini belum tergarap secara optimal, dengan masih banyaknya penginapan-penginapan skala kecil yang belum mengadopsi teknologi distribusi secara online. Pemilik hotel dan penginapan skala kecil ini tidak dapat mewujudkan potensi moneter penuh dari aset mereka dan harus mematok tariff yang rendah agar dapat menarik pelanggan.
Bersama dengan rekannya di MakeMyTrip, Aseesh Saxena, Amit menggagas ide untuk membangun sebuah platform online guna merevolusi industri perjalanan di Asia Tenggara. Kemudian mereka mendirikan RedDoorz di tahun 2015.
Ide dan model bisnis RedDoorz terinspirasi dari perusahaan hotel budget terbesar di India, OYO Rooms, yang diklaim sebagai pemain terbesar dengan menguasai 200 kota di India dengan total kamar mencapai lebih dari 700 ribu.
Pengembangan RedDoorz
Model bisnis RedDoorz adalah kerja sama dengan hotel yang bersifat kecil dan independen dengan mengintegrasikannya ke dalam satu platform serta memberilkan staf sejumlah pelatihan pelatihan teknologi serta pelajaran dasar layanan pelanggan, bahasa, dan perawatan ruang untuk memastikan tingkat layanan yang seragam di seluruh jaringan.
Sejak diluncurkan pada akhir 2015, RedDoorz mulai menemukan pijakan pada awal 2016 dengan memusatkan perhatian pada pasar Indonesia. Saat ini, RedDoorz mengklaim sebagai salah satu marketplace hotel online terkuat di Asia Tenggara, yang telah melayani lebih dari 700.000 pelanggan di Indonesia dan memiliki lebih dari 3.000 kamar di 17 kota.
RedDoorz dirancang untuk memasuki pasar wisata di Asia Tenggara yang bernilai sekitar US$52 miliar, yang banyak tersebar hotel-hotel budget bintang dua atau lebih rendah. Selain di Indonesia, RedDoorz juga beroperasi di Filipina dan Singapura.
"Kami melihat ada banyak jumlah properti yang belum sepenuhnya dikelola dengan potensi penuh. Skala peluang di Asia Tenggara tak terbayangkan. Banyak orang belum mengetahuinya,” ungkap Amit, seperti dikutip CNBC.
Dengan kamar yang tersedia mulai dari Rp99.000 per malam, RedDoorz secara khusus menargetkan pelancong domestik di kawasan ini, terutama kalangan usia muda.
Amit mengatakan bahwa pasar saat ini dilayani oleh industri saat ini dan kemungkinan besar akan menghasilkan tingkat bisnis berulang yang dibutuhkan oleh hotel murah.
"Negara-negara ini memiliki pertumbuhan sekitar 5% namun warganya tidak memiliki pendapatan lebih untuk menyewa hotel besar. Kami mengganggu industri perhotelan, yang telah berjalan dengan cara yang sama selama 50 sampai 60 tahun terakhir," katanya. .
Pusat gangguan ini terletak pada perkembangan teknologi. Sebuah "lingkungan yang kacau," seperti Indonesia, yang berada di tengah adopsi smartphone dan internet massal, merupakan lahan matang untuk inovasi teknologi," kata Saberwal.
Teknologi RedDoorz membantu pelanggan dengan menghapus aspek "biaya tambahan" saat melakukan pemesanan hotel serta membantu perusahaan mengidentifikasi lokasi untuk menargetkan properti baru.
Salah satu kamar yang ditawarkan RedDoorz di Bali
Bisnis ini juga berfokus pada pelatihan staf hotel lokal, seperti Giovanni yang seringkali kurang memahami praktik terbaik perhotelan.
"Nilai sebenarnya terletak pada pelatihan orang-orang ini. Ini adalah efek menurun: Penerima manfaat terbesar adalah pemiliknya, tapi ini juga merupakan pelatihan staf di semua tingkat."
Amit mengatakan bahwa dia yakin elemen pendidikan bisnis memiliki dampak terbesar di kota-kota kecil, di mana pendidikan dan keterpaparan terhadap teknologi tergolong masih rendah.
Lokasi tersebut ditetapkan untuk memperhitungkan proporsi portofolio RedDoorz yang meningkat, sejalan dengan target perusahaan meningkatkan kehadirannya di 16 kota sepanjang tahun 2018.
"Kami menginginkan RedDoorz di ada setiap sudut," tambahnya.