Bisnis.com, JAKARTA—Pelaku usaha sektor makanan dan minuman di Tanah Air yakin pertumbuhan industri akan mencapai level lebih dari 10% pada tahun ini.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi Lukman mengatakan proyeksi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan capaian pertumbuhan pada kuartal III/2017 yang sebesar 9,5%.
“Kami optimistis, kunci dari pertumbuhan 2018 adalah koordinasi dalam mengelola kebijakan dan regulasi yang kondusif, terlebih tahun ini merupakan tahun politik. Jika itu terjadi, kami bisa tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya" ujarnya di Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Menurut Adhi, faktor yang mendukung pertumbuhan industri makanan dan minuman antara lain kemudahan mendapat pasokan bahan baku.
Misalnya, tutur Adhi, terkait Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38/2017 mengenai Rekomendasi Impor Produk Hortikultura. Selain itu, ada pula Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 91/2017 tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan yang memberikan kemudahan bagi pelaku industri untuk memperoleh impor bahan baku produksi dan kemasan.
"Kami melihat Presiden juga sangat serius mewujudkan iklim usaha yang kondusif dengan diterbitkannya Prepres Nomor 91/2017 mengenai Percepatan Pelaksanaan Berusaha dan Inpres Nomor 7/2017 mengenai Pengendalian Kebijakan di Lingkup Kementerian dan Lembaga, yang mengimbau masing-masing institusi untuk berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator dalam menerbitkan kebijakan strategis,” katanya.
Selain itu, tahun politik juga dinilai dapat membuat bisnis lebih bergairah karena peredaran uang juga meningkat. Hal ini diharapkan dapat mendongkrak konsumsi makanan dan minuman. Adhi menambahkan pemerintah perlu memastikan pesta demokrasi tersebut berlangsung aman dan damai.
Data dari Kementerian Perindustrian mencatat, industri makanan dan minuman menyumbang 34,95% PDB industri nonmigas pada triwulan III/2017 atau meningkat 4% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hasil tersebut sekaligus menjadikan sektor industri makanan dan minuman menjadi kontributor PDB tertinggi dibandingkan dengan sektor industri lainnya.
Industri ini juga berkontribusi sebesar 6,21% terhadap pembentukan PDB nasional pada triwulan III/2017 atau tumbuh 3,85% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi investasi, penanaman modal dalam negeri (PMDN) industri makanan dan minuman mencapai Rp27,92 triliun pada triwulan ketiga 2017. Angka tersebut naik 16,3% dibanding periode yang sama tahun lalu. Adapun, penanaman modal asingnya tercatat mencapai US$1,46 miliar per September 2017.
Meski demikian, Adhi mengaku sejumlah regulasi masih berpotensi menganggu pertumbuhan industri makanan dan minuman.
“ Masih ada beberapa pekerjaan rumah, seperti misalnya terkait kebijakan ketersediaan bahan baku industri mamin seperti garam, gula, daging sapi, susu, dan lain-lain," imbuhnya.
Untuk itu, dia mengatakan bahwa Regulatory Impact Assessment (RIA) penting untuk dilakukan sebelum mengeluarkan suatu kebijakan agar dapat diimplementasikan secara efektif.
"Apalagi sekarang memasuki industry 4.0 dan disruption economy, maka semua pihak harus siap menghadapinya, termasuk SDM dan pembentukan regulasi. Perubahan pola pikir (soft skill) yang terutama, di samping peningkatan perangkat kerasnya" tegasnya.