Bisnis.com, JAKARTA - Badan Restorasi Gambut (BRG) memprediksi ada lebih dari 900.000 hektare lahan gambut yang bisa dijadikan kawasan Perhutanan Sosial (PS) pada 2018. Angka ini naik dari prediksi tahun lalu sekitar 500.000 ha.
Namun demikian, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi, dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut Myrna A. Safitri menyebutkan angka tersebut masih merupakan pemetaan yang mungkin berubah.
“Tentu ini angka masih indikatif. Nanti tentu dilakukan overlay-overlay, tapi kira-kira gambaran besarnya adalah seperti itu,” ungkapnya pada Selasa (9/1/2018).
Dari luasan lebih dari 900.000 ha tersebut, komposisi kawasan konservasi akan lebih banyak dibandingkan dengan kawasan konservasi.
Untuk mendorong capaian ini, pihaknya akan melakukan sejumlah upaya seperti identifikasi lokasi karena angka tersebut baru didapat dari pemetaan lahan yang ada dan belum melalui proses verifikasi apakah memang memungkinkan untuk dijadikan kawasan perhutanan sosial dan memiliki peminat.
Pasalnya, berdasarkan pengalaman pada 2017, sejumlah kawasan yang semula diprediksi bisa menjadi kawasan PS, ternyata tidak memadai karena sejumlah hal seperti jaunya lokasi dari kawasan tinggal warga atau minimnya jumlah warga atau sumber daya yang bisa mengelola lahan tersebut.
“Jadi, ada lokasi itu memang masuk di wilayah desa, tapi dia jauh dari aktivitas warga. Biasanya warga tidak tertarik kalau terlalu jauh. Apalagi kalau jauh terus luasannya pun kecil,” paparnya.
Selain melakukan pemetaan dan verifikai, sejumlah hal lain juga terus dilakukan seperti edukasi dan bantuan penyususnan proposal bagi warga yang berminat mengajukan pengelolaan perhutanan sosial hingga pendampingan pasca mendapatkan izin termasuk kegiatan berbasis pengelolaan ekosistem gambut ramah lingkungan untujk tujuan pemberdayaan ekonomi.
Masyarakat juga dilatih untuk bisa memanfaatkan lahan gambut dengan cara bertanggung jawab dan tidak menciderai fungsi lahan gambut yang sebenarnya.
Ada pula pelatihan untuk memberdayakan masyarakat sebagai negosiator dan paralegal jika sewaktu waktu perlu terjadi konflik.
“Kami memfasilitasi masyarakat untuk membuat pengaturan tentang areal gambutnya secara bertanggung jawab. Untuk itu, sudah dihasilkan 18 peraturan desa di Sumatra Utara dan Kalimantan serta rancangan peraturan desa,” tambahnya.