Bisnis.com, JAKARTA—Pendapatan negara dari minyak bumi dan gas pada 2017 mencapai US$13,1 miliar, meningkat 32,3% dibandingkan dengan 2016 yang hanya US$9,9 miiar.
Sedangkan cost recovery di sepanjang 2017 tercatat mencapai US$11,3 miliar turun 1,7% dibandingkan 2016 yang mencapai US$11,5 miliar.
“Pemerintah mulai mendorong efisiensi biaya operasi di sepanjang tahun lalu. Pendapatan negara dari migas lebih besar dari cost recovery,” kata Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi melalui keterangannya, Senin (8/1/2018).
Dari catatan Kementerian ESDM, cost recovery dalam 3 tahun terakhir mengalami penurunan. Pada 2014, cost recovery mencapai US$16,2 miliar kemudian turun pada 2015 menjadi US$13,7 miliar, dan terus menurun pada 2016 menjadi US$11,5 miliar dan 2017 sebesar US$11,3 miliar.
Cost recovery adalah biaya operasi yang dikeluarkan oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk memproduksi migas. Biaya tersebut dapat diklaim KKKS agar diganti oleh negara.
Sedangkan pendapatan negara pada 2016 tercatat menurun dari 2015 yang mencapai US$12.0 miliar.
Baca Juga
Sementara itu, 5 blok migas yang ditawarkan pemerintah untuk berganti dari skema cost recovery menjadi skema bagi hasil kotor atau grossplit di sepanjang 2017. Tujuan pemerintah menetapkan cost recovery untuk mengurangi beban keuangan negara.
Adapun 5 blok migas tersebut adalah Andamaan I, Andaman II, Pekawai, West Yamdena dan Merah Lampung.
Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak dari sektor ESDM pada tahun 2017 berkontribusi hingga 49,4% terhadap total penerimaan. Total PNBP pada tahun lalu sebesar Rp261 triliun di mana hampir setengahnya yakni Rp129,1 triliun berasal dari sektor ESDM.