Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi lifting minyak dan gas Indonesia sepanjang 2017 hanya mencapai 98,9% atau sebesar 1,94 juta barel per hari. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya blok migas yang memasuki masa terminasi.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan dari kajian yang dilakukan, beberapa blok yang mencatatkan penurunan produksi disebabkan oleh habisnya masa kontrak atau terminasi.
“Nah, kalau penetapan operator baru itu dilakukan jauh dari masa kontraknya yang habis. Biasanya operator eksisting itu enggan investasi lebih besar sehingga produksi malah menurun. Lalu, operator baru pun belum ditunjuk,” ujarnya dalam jumpa pers pada Jumat (5/1/2018).
Dari total lifting migas 2017 yang hanya mencapai 98,9% dari target APBN-P 2017, secara rinci untuk lifting minyak sebesar 803.800 barel per hari atau baru mencapai 98,6% dari target. Sementara itu, untuk lifting gas sebesar 6,38 juta ekuivalen barel per hari atau mencapai 99,2% dari target.
Dari total daftar Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) 10 besar untuk masing-masing minyak dan gas, mayoritas masih tidak memenuhi target.
Dari KKKS untuk lifting minyak, hanya 4 dari 10 yang mampu melampaui target. Keempat KKKS itu terdiri dari Mobil Cepu Ltd. dengan pencapaian hingga 101,4%, CNOOC SES Ltd. sebesar 101,2%, Chevron Indonesia Company sebesar 101,8%, dan VICO sebesar 104,8%.
Untuk migas, sebanyak 6 dari 10 KKKS yang mampu melamapui target. Keenam KKKS itu antara lain Conocophillips (Grissik), JOBP – Medco Tomori, Premier Oil, Eni Muara Bakau, Medco Natuna, dan Petrochina Jabung.