Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Perindustrian mempoyeksikan nilai pasar industri pemeliharaan pesawat (maintenance, repair and overhaul/MRO) di dalam negeri mencapai US$2,2 miliar pada 2025. Proyeksi tersebut lebih tinggi dua kali lipat ketimbang nilai pasar bisnis MRO pada tahun lalu senilai US$970 juta.
Dirjen Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Harjanto menyatakan kenaikan pasar MRO tersebut seiring dengan semakin maraknya penerbangan low cost carrier sejak 2 dekade terakhir.
“Industri MRO kita sudah semakin kompetitif, saat ini sudah mampu menyediakan perawatan airframe, instrument, engine, radio, emergency equipment, dan line maintenance,” ujarnya, Selasa (19/12/2017).
Harjanto menyatakan seluruh maskapai penerbangan dunia pada tahun lalu menggelontorkan biaya senilai US$72,81 miliar untuk pemeliharaan pesawat. Pangsa terbesar bisnis pemeliharaan pesawat adalah Amerika Utara, senilai US$21,2 miliar. Sementara itu, Eropa memegang pangsa terbesar kedua dengan nilai S$20,7 miliar dan Asia Pasifik berada di urutan terakhir senilai US$13,3 miliar.
“Pada 2025, pasar pemeliharaan pesawat sekitar US$106,54 miliar,” ujarnya.
Menurutnya, industri MRO yang beroperasi di Asia Pasifik dapat menangkap peluang yang lebih besar karena perusahaan MRO yang berkedudukan di Eropa dan Amerika Utara mulai fokus menggarap pemeliharaan pesawat berteknologi tinggi. “Kondisi ini akan memberikan peluang bagi industri MRO di Asia Pasifik termasuk di Indonesia,” ujarnya.
Saat ini terdapat 32 perusahaan MRO nasional yang tergabung dalam keanggotaan Indonesia Aircraft Maintenance Service Association (IAMSA). Pemerintah membidik peningkatan kualitas SDM industri MRO dengan mendorong lebih banyak investasi swasta.
“Kami lakukan pembicaraan bersama produsen pesawat, terutama Airbus dan Boeing agar dapat mendirikan aircraft engineering center di Indonesia,” ujar Harjanto.