Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perhubungan menyelenggarakan Workshop Carbon Offseting Reduction Scheme For International Aviation dan sekaligus Sosialisasi Airport Carbon Emission Reporting Tool untuk mengurangi emisi karbon penerbangan sipil.
Indonesia Representative For ICAO CAEP, Yusfandri Gona mewakili Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub mengatakan salah satu elemen dalam Carbon Offseting Reduction Scheme For International Aviation atau CORSIA adalah prosedur Monitoring-Reporing-Verification (MRV).
Nantinya, MRV mulai berlaku secara efektif mulai 1 Januari 2019 bagi operator pesawat udara yang melakukan penerbangan internasional. Oleh sebab itu dia berharap kegiatan selama dua hari ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para peserta untuk menggali informasi terkait skema CORSIA dari sisi teknis implementasi.
"Untuk itu penting bagi para peserta untuk secara serius dan intensif menggali sebanyak mungkin informasi tentang skema CORSIA ini," ujar Yusfandri melalui siaran pers, Selasa (12/12/2017).
Workshop CORSIA merupakan hasil kolaborasi antara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Airbus dan Garuda Indonesia. Workshop ini juga didukung oleh representatif program ICAO Annex V dan Vertis dengan dihadiri sebanyak kurang lebih 40 orang berasal dari maskapai penerbangan nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Indonesia National Air Carriers Association (INACA).
Pelaksanaan dua kegiatan tersebut dilakukan selama 2 hari secara paralel. Untuk kegiatan Workshop CORSIA dilaksanakan tanggal 11 s.d. 12 Desember 2017 dengan mengundang narasumber dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Airbus, Vertis dan perwakilan dari Garuda Indonesia. Workshop CORSIA ini merupakan tindak lanjut dari program kerjasama antara Ditjen Perhubungan Udara dengan Airbus yang ditandatangani September 2016 lalu pada saat the ICAO Assembly 39th Session di Montreal.
Menurut Yusfandri, pada tanggal 5 Desember 2017 lalu, Ditjen Perhubungan Udara telah menerima ICAO State Letter terkait proposal pertama dari paket CORSIA Standard and Recommended practices (SARP). Selanjutnya, Ditjen Perhubungan Udara akan mengundang operator penerbangan untuk bersama-sama mengevaluasi proposal SARP tersebut untuk selanjutnya menyerahkan hasil masukan-masukannya kepada ICAO paling lambat 5 Maret 2018.
Di sela-sela kegiatan pada hari ini, dilakukan pula pertemuan bilateral antara The Civil Aviation Authority of Thailand (CAA) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang akan secara khusus membahas skema kerjasama dalam persiapan implementasi CORSIA pada masing-masing negara. Pertemuan ini merupakan kelanjutan dari pertemuan pertama di Bangkok pada akhir Oktober 2017 lalu.
Sementara itu, kegiatan Sosialisasi ACERT dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 2017 dipandu dengan narasumber dari Ditjen Perhubungan Udara, Airport Council International (ACI) dan Angkasa Pura II. Terkait Sosialisasi ACERT, Yusfandri menyampaikan pentingnya pemantauan emisi di bandara dengan menggunakan formulir ACI yang dikenal dengan Airport Carbon Emission Reporting Tool (ACERT).
“Karena Penggunaan ACERT dianggap sebagai alat yang sangat penting untuk memantau dan menciptakan penggunaan energi dan emisi yang dapat memberikan data dan informasi rinci untuk operator bandara serta dapat mengoptimalkan pemanfaatan energi dan pemetaan langkah-langkah mitigasi emisi,” jelas Yusfandri.
Dia menghimbau kepada peserta agar kesempatan ini dimanfaatkan untuk mengevaluasi keuntungan dalam monitoring energi dan emisi di bandara dengan format yang standard sehingga dapat ditingkatkan level akreditasinya di tingkat internasional. Sosialisasi ACERT ini dihadiri kurang lebih 25 orang peserta yang berasal dari operator bandar udara, otoritas bandar udara dan internal Ditjen Perhubungan Udara.