Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan terus mengkaji serangkaian regulasi yang perlu disesuaikan dalam menghadapi perkembangan ekonomi digital.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan fenomena digital ekonomi telah membuat tahapan kegiatan bisnis berubah sehingga diperlukan penyesuaian agar seluruh aspek perekonomian tetap berjalan baik.
"Otomatis. Semua harus diperbaiki, direvisi. Misal, PPN waktu beli barang menjadi pajak pada saat transfer barang," katanya, di Kantor Wakil Presiden, Selasa (14/11/2017).
Pemerintah sendiri saat ini tengah menggodok tata cara penerapan pajak bisnis online (e-commerce) yang rencananya akan selesai pada akhir 2017.
Rencananya, tidak ada pungutan pajak baru, melainkan hanya tata cara pemungutan atau pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Adapun, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden No.74/2017 tentang Peta Jalan E-Commerce yang menjadi acuan pemerintah pusat dan daerah untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka percepatan e-Commerce dan bagi pemangku kepentingan.
Menurut Wapres JK, fenomena digital ekonomi sebetulnya hanya menggeser kegiatan usaha lama ke kegiatan usaha baru.
Dia mencontohkan banyaknya pembeli di toko konvensional yang berkurang karena beralih membeli barang melalui market place lewat online.
Akibatnya, penjaga toko berhenti bekerja, namun pekerjaan lain terbuka yakni menjadi pengantar barang online. Artinya, ada perubahan pekerjaan yang sebelumnya di sektor ritel menjadi sektor logistik.
"Coba lihat, katakanlah, Go-Jek. Memang menggeser kegiatan ojek yang dipangkalan, tapi tumbuh Go-Jek [driver] lebih banyak lagi. Memang anda boleh pesan barang lewat online, memang toko [konvensional] bisa kena. Tapi, usaha logistik jadi maju," jelasnya.
Dengan begitu, selain perlu penyesuaian regulasi, Wapres JK menilai perusahaan dan tenaga kerja juga harus menyesuaikan kebutuhannya dengan berorientasi pada kemajuan teknologi.