Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah terobosan dibutuhkan guna mengejar ketertinggalan realisasi reforma agraria dan perhutanan sosial.
Target pemerintah dalam bentuk Perhutanan Sosial seluas 12,7 juta ha dan Reforma Agraria seluas 9 juta ha merupakan cita-cita dalam semangat Nawa Cita yang ditegaskan dalam RPJMN 2015-2019.
Pada pembukaan Konferensi Tenurial 2017, Rabu (25/10), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melaporkan dari target Perhutanan Sosial 12,7 juta ha, realisasi hingga 2019 diproyeksikan hanya seluas 4,38 juta ha. Hingga saat ini alokasi lahan bagi masyarakat telah terealisasi 1,08 juta ha. Adapun, masih dalam proses penyelesaian seluas 960.000 ha.
"Berarti akan direalisasikan seluas 2,04 juta ha," katanya dikutip dalam laporan.
Adapun dalam catatan KLHK, dari target alokasi reforma agraria 4,1 juta ha berasal dari kawasan hutan, hingga Juli 2017 telah dilepaskan kawasan hutan seluas 750.123 ha. Pelepasan ini bersumber dari pelepasan 167 unit usaha kebun atau 375.123 ha, 62 unit pemukiman dan Fasum Fasos daerah transmigrasi seluas 50.708 ha, pemukiman dan lahan garapan masyarakat seluas 205.004 ha, pelepasan melalui revisi tata ruang karena alokasi pemukiman yaitu NTT seluas 54.163 ha dan di Riau seluas 65.125 ha.
Guru besar Kehutanan IPB Hariyadi Kartodihardjo menyampaikan berdasarkan hasil evaluasi terkait pelaksanaan reforma agraria terdapat sejumlah catatan yang perlu menjadi rekomendasi guna percepatan reforma agraria.
Pertama, terkait inovasi kelembagaan karena masih ada kesenjangan antara pemerintah pusat dan daerah. Kedua, diperlukan terobosan hukum guna mempercepat realisasi reforma agraria agar disesuaikan dengan kondisi lapangan.
"Kita tahu persoalan masyarakat dan CSO tidak hanya masalah administrasi, tetapi juga persiapan sosial politik di masyarakat itu sendiri," katanya.
Selain itu, Hariyadi menekankan ego sektoral antara kementerian dan lembaga turut menghambat percepatan realisasi reforma agraria. Belum lagi, koordinasi masih minim dalam perencanaan yang tengah disusun sehingga seringkali program tidak berjalan baik.
Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki mengusulkan perlu komite baru yang terdiri dari masyarakat sipil guna mempercepat realisasi reforma agraria dan perhutanan sosial. Tim ini guna koordinasi pelaksanaan program pada kementerian serta mensinergikan antara pusat dan daerah.
"Karena ini melibatkan jumlah lahan yang sangat besar yakni 12,7 juta ha dan 9 juta ha, sehingga perlu ada tim koordinasi untuk membackup pelaksanaan program ini di kementerian," imbuhnya.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menyampaikan sektor sumber daya alam termasuk kehutanan menjadi salah satu kajian khusus KPK. Sebab, sektor sumber daya alam memiliki potensi besar untuk tindakan korupsi.
"Hampir di semua tahapan bisa menjadi ladang korupsi, mulai dari perencanaan hingga implementasi," katanya.