Bisnis.com, JAKARTA-Teknologi informasi bisa dimanfaatkan untuk menekan tingginya biaya logistik di Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengatakan, performa logistik Indonesia menurun dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut disebabkan tidak efisiennya pengiriman barang.
Namun, seiring berkembangnya teknologi muncul tren disintermediari atau hilangnya perantara antara simpul-simpul logistik. Hal ini didorong oleh pemanfaatan teknologi.
"Perantara hilang dan harga bisa lebih murah. Oleh karena itu teknologi digital bisa jadi enabler (penunjang) bagi dunia logistik," katanya saat menjadi pembicara di Transportation, Logistic and Maritime Expo 2017 di Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Dia mencontohkan, sebelum era e-commerce barang-barang sandang Indonesia dikumpulkan di Tanah Abang baru didistribusikan ke berbagai daerah.
Namun, sekarang orang tak perlu lagi ke Tanah Abang karena masing-masing produsen sudah punya website dan bisa langsung mengirim barangnya ke pembeli.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia menjelaskan salah satu pemanfaatan teknologi di sektor transportasi dan logistik adalah Indonesia national single window (INSW) di pelabuhan.
INSW memungkinkan pembuatan keputusan secara tunggal izin kepabeanan dan pengeluaran barang sehingga waktu tunggu menjadi lebih cepat.
Begitu pula dengan pemesanan truk untuk mengangkut barang. Saat ini truk sudah bisa diorder secara online dan bisa dilacak melalui global positioning system (GPS). Dengan demikian pemilik truk dan pemilik barang bisa memantau kapan truk tiba.
Berdasarkan riset Bank Dunia, performa logistik Indonesia berada pada posisi 63 pada 2016. Melorot 10 peringkat dari posisi 53 pada 2014. Dari berbagai indikator, hanya ada dua yang positif yaitu pengiriman internasional dan sistem tracking.
Dari segi kecepatan jaringan, Rudiantara menyebut tak lama lagi teknologi 5G akan masuk ke Indonesia. Dengan adanya teknologi ini orang akan bisa mengontrol pabrik dari jarak jauh dengan memanfaatkan robot. Cara ini bisa memangkas biaya logistik cukup besar.
Di samping itu, dengan besarnya peluang di sektor logistik dan e-commerce, perusahaan logistik di Indonesia harus beradaptasi.
Dia mengusulkan PT Pos Indonesia ditransformasi menjadi perusahaan logistik seperti halnya BUMN pos di Jerman yang menguasai saham DHL.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita memaparkan bahwa penetrasi internet berdampak besar pada perkembangan perdagangan elektronik atau e-commerce dalam negeri.
Perkembangan e-commerce tersebut turut mendongkrak kinerja pengiriman ekspress.
Padahal penetrasi e-commerce Indonesia baru sekitar 2%, tetapi sudah bisa mendorong pertumbuhan pengiriman ekspress hingga 30%. Jika dibandingkan Korea Selatan yang sekitar 40% maka peluang di Indonesia masih sangat besar.
"Kalau bisa didorong sampai 4% saja pengiriman ekspress bisa muntah-muntah," paparnya.
Namun sayangnya, barang-barang yang dibeli melalui e-commerce mayoritas adalah kebutuhan tersier yang beratnya kecil. Salah satu hambatan barang-barang primer dan sekunder belum banyak dibeli adalah ongkos kirim yang mahal. Mahalnya ongkos kirim disebabkan tingginya biaya logistik.