Bisnis.com, JAKARTA - Kehadiran penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi seperti Uber, Gojek dan Grab tak hanya menggerus pasar milik taksi reguler, tetapi secara tidak langsung juga mempengaruhi citra mereka.
Direktur Marketing PT Blue Bird Tbk. Amelia Nasution mengatakan, pihaknya tak setuju dengan label 'konvensional' yang kerap disematkan terhadap .
Pasalnya, label tersebut membuat mereka terkesan kuno dan tak adaptif terhadap perkembangan teknologi. Padahal mereka justru lebih dulu memakai teknologi yang saat ini dipakai taksi aplikasi tersebut.
"Kami tidak setuju dengan label konvensional karena kesannya kuno. Lebih tepat kalau disebut taksi reguler atau taksi argo," katanya saat berkunjung ke redaksi Bisnis Indonesia, Rabu (4/10/2017).
Amelia menjelaskan, pihaknya sudah mempunyai aplikasi pemesanan taksi sejak 2011 yang diberi nama My Bluebird. Malah sejak 2004 teknologi global positioning system (GPS) pun sudah diadopsi untuk mendeteksi posisi armada.
Perusahaan berkode emiten BIRD ini juga menjalin kolaborasi dengan PT Gojek Indonesia dalam hal pemesanan taksi. Lewat aplikasi milik Gojek, konsumen dapat memesan taksi Blue Bird.
Direktur Blue Bird Adrianto Djokosoetono mengatakan, kolaborasi tersebut sudah mulai menampakkan hasil walaupun belum terlalu signifikan.
Saat ini 80% pendapatan BIRD masih berasal dari bisnis utamanya yaitu taksi. sedangkan sisanya disumbang oleh angkutan wisata dan bisnis melalui anak usaha Big Bird dan rental korporasi. Namun, dalam 5 tahun ke depan porsi segmen nontaksi akan ditingkatkan.