Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Keuangan memberikan sinyal kepada BUMN agar berhati-hati dalam menjalankan proyek infrastruktur yang tugaskan oleh pemerintah pusat.
Hal ini menyusul bocornya surat Menteri Keuangan Sri Mulyani yang ditujukan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno yang juga ditembuskan kepada Direktur Utama PT PLN.
Dalam surat tersebut Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa adanya penurunan kinerja PLN ditinjau dari sisi keuangan seiring dengan besarnya kewajiban korporasi untuk memenuhi pembayaran pokok dan bunga utang.
Disisi lain, berdasarkan profil jatuh tempo pinjaman PLN, kewajiban pokok dan bunga pinjaman PLN diproyeksikan terus meningkat dalam beberapa tahun mendatang. Sementara itu pertumbuhan penjualan listrik tidak sesuai dengan target dan adanya kebijakan pemerintah meniadakan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL), kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko gagal bayar PLN.
Menanggapi hal itu, Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan fenomena kebocoran surat tersebut mengimplikasikan dua hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah.
Pertama, terkait kesehatan keuangan BUMN terutama yang lagi menjalankan infrastruktur skala besar seperti proyek 35.000 MW yang sedang digarap oleh PLN.
Dalam hal ini, Bhima melihat ada beban ganda yang tengah ditanggung oleh PLN.
“Disatu sisi, PLN disuruh jual listrik, satu sisi dia sedang membangun proyek pembangkit listrik dan itu memang cukup berat,” kata Bhima kepada Bisnis, Rabu (27/9/2017).
Lebih lanjut, beban yang ditanggung PLN itu akan terasa semakin berat manakala pada 2018 harga komoditas khususnya minyak mentah dan batu bara yang kembali pulih di mana dua komoditas tersebut merupakan sumber bahan bakar dari listrik.
“Makanya, bu Sri Mulyani mengeluarkan [surat] nya sekarang sebagai warning karena harga minyak sekarang sudah US$52/barel. Artinya, memang harga komoditas naik jadi beban. Di sisi lain biaya penyediaan listrik dalam beberapa tahun terakhir ada perbaikan tapi masih belum efisien, nah ini yang khirnya jadi beban juga buat PLN karena biaya operasionalnya cukup besar. Jadi ada indikator bahwa PLN memang belum efisisen, sehingga dengan adanya tekanan eksternal seperti harga komoditas yang naik, maka risiko gagal bayar dari utang-utangnya juga cukup besar,” terangnya.
Implikasi kedua, yaitu pemerintah sepertinya perlu mengevaluasi kembali skala prioritas dari proyek infrastruktur saat ini.
Kata Bhima, dalam hal ini pemerintah harus realistis mengingat waktu Pemerintahan Jokowi-JK hanya tinggal 1,5 tahun lagi. Apalagi, pada 2018 sudah memasuki tahun pemilu.