Bisnis.com, JAKARTA -- Ikatan Perusahaan Produsen Kapal & Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) memperkirakan devisa Indonesia susut Rp150 triliun akibat impor kapal yang dilakukan perusahaan pelayaran dalam 12 tahun terakhir.
Ketua Umum Iperindo, Eddy Kurniawan Logam mengatakan penerapan asas cabotage sejak 2005 memang membuat perusahaan pelayaran domestik menggeliat. Alhasil, ekspansi dengan membali kapal jadi dari luar negeri menjadi marak. "Industri pelayaran sejak diberlakukan cabogate itu sudah investasi Rp200 triliun dan paling tidak R150 triliun itu lari ke luar negeri karena impor kapal," jelasnya di Jakarta, Senin (25/9/2017).
Berdasarkan data yang dilansir Indonesia National Shipowners' Association (INSA), jumlah armada kapal nasional pada 2016 mencapai 24.046 unit atau naik empat kali lipat dibandingkan dengan posisi 2005 sebanyak 6.041 unit.
Hingga paruh pertama tahun ini, Badan Pusat Statistik (BPS) melansir impor kapal laut dan bangunan terapung dalam mencapai US$807,3 juta atau naik 126,26% dibandingkan dengan periode Januari-Juni 2016. Secara bulanan, pada Juni 2017 nilai impor kapal laut dan bangunan terapung menyentuh US$229 juta atau naik 295,51% dibandingkan dengan posisi Mei 2017.
Menurut Eddy, industri galangan dalam negeri punya pekerjaan rumah besar untuk membuat industri galangan menjadi efisien. Kendati demikian, dia berharap pemerintah juga memberi dukungan baik dalam bentuk stimulus fiskal maupun memesan kapal secara berkelanjutan.
Eddy menekankan industri galangan merupakan lini usaha yang sarat modal dan risiko yang tinggi. Oleh karena itu, keberlanjutan bisnis sangat bergantung pada pesanan kapal baru. Adapun, saat ini pesanan kapal untuk dikerjakan tahun depan belum sesuai harapan.
Di sisi lain, Iperindo berharap pemerintah segera membebaskan bea masuk untuk 115 komponen kapal. Pembebasan bea masuk dinilai bisa mendorong efisiensi biaya pembuatan kapal di dalam negeri. Sebanyak 70% komponen kapal saat ini masih diimpor.