Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Bea Masuk: Pengusaha Kakao Harap Diskriminasi Diatasi

Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) berharap pemerintah dapat menyelesaikan persoalan diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan di Uni Eropa yang sudah sejak lama terjadi.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) berharap pemerintah dapat menyelesaikan persoalan diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan di Uni Eropa yang sudah sejak lama terjadi.

Harapan ini menyusul langkah pemerintah mempercepat perjanjian perdagangan internasional dengan sejumlah negara yang ditargetkan selesai hingga akhir tahun ini.

Ketua Umum Aiki Pieter Jasman menyampaikan, industri kakao telah sejak lama menghadapi diskriminasi tarif bea masuk kakao olahan di Uni Eropa. Dimana produk asal Indonesia dikenakan bea masuk 4%-9%, sedangkan produk sejenis asal Afrika dikenakan bea masuk 0%.

Industri berharap tarif bea masuk dapat diturunkan menjadi 0%, seperti halnya produk sejenis asal Afrika. "Jika ini berhasil tentunya sangat bermanfaat untuk meningkatkan daya saing produk kita di Uni Eropa," katanya melalui pesan singkat pada Minggu (10/9).

Pieter mengatakan jika diskriminasi tarif bea masuk dapat diselesaikan, maka daya saing produk kakao asal Indonesia menjadi semakin kuat. Uni Eropa menjadi pasar utama bagi produk kakao olahan berupa cocoa butter.

"Karena saat ini dengan dikenakan bea masuk, produk kita jadi lebih mahal dibanding produk asal Afrika," imbuhnya.

Berbeda dengan kakao, komoditas kopi dinilai tidak menemui banyak hambatan dalam perdagangan antarnegara.

"Untuk kopi, tidak banyak hambatan di perdagangan internasional. Namun, ekspor kita terbatas oleh jumlah," tutur Ketua Umum Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (Gaeki) Hutama Sugandhi ketika dihubungi pada Minggu (10/9).

Dia mengatakan, konsumsi kopi yang meningkat tidak diikuti dengan peningkatan produksi kopi dalam negeri. Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian menunjukkan, produktivitas kopi terus menurun sejak 2012 sebesar 745 kg per ha/tahun menjadi 706 kg per ha/tahun pada 2016.

"Hambatan justru di hulu. Saat ini produksi tidak meningkat, sedangkan konsumsi meningkat terus. Sehingga jumlah yang diekspor makin lama makin terbatas," kata dia.

Terkait langkah pemerintah mempercepat perjanjian perdagangan internasional dengan sejumlah negara yang ditargetkan selesai hingga akhir tahun ini, dia berharap perjanjian selanjutnya tidak boleh menjadi hambatan untuk komoditas kopi.

"Kalau untuk komoditi kopi tidak ada hambatan. Untuk Asean yang sudah dilakukan selama ini balance," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper