Bisnis.com, DEPOK—Perusahaan farmasi PT Bayer Indonesia memperbesar kapasitas dengan mulai mengoperasikan fasilitas laboratorium baru. Pembangunan fasilitas laboratorium pengendalian mutu (quality control laboratory) tersebut menelan biaya investasi senilai Rp500 miliar.
“Kualitas produk merupakan hal yang paling penting. Dengan adanya fasilitas laboratorium ini, kami ingin memastikan seluruh hasil produksi di Indonesia merupakan produk berkualitas tinggi,“ ujar Presiden Direktur PT Bayer Indonesia Angel Michael Evangelista, Senin (4/9).
Pembangunan laboratorium tersebut termasuk ke dalam salah satu strategi perseroan berekspansi. Bayer berencana merealisasikan investasi senilai Rp1,6 triliun sampai 2019. Ekspansi bertahap itu termasuk ke dalam perencanaan perseroan untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produksi Bayer di Asean.
Menurutnya, fasilitas produksi di Indonesia merupakan salah satu yang terbesar di antara tujuh pusat produksi global Bayer. Pabrik Bayer berada di atas lahan seluas 18.000 meter persegi, sedangkan kepemilikan lahan perseroan di fasilitas produksi itu mencapai 102.000 meter persegi.
Bayer Indonesia mengekspor sebanyak 75% hasil produksi domestik ke 30 negara. Angel menyatakan pusat produksi Bayer Indonesia hanya mengekspor ke tiga negara tatkala pertama kali berdiri. “Sekarang sudah sepuluh kali lipatnya dengan mengekspor produk ke 30 negara. Termasuk negara-negara dengan regulasi farmasi yang paling ketat yaitu Australia dan Korea,” ujarnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan farmasi merupakan salah satu sektor industri strategis. Sebab laju pertumbuhan permintaan pasar domestik setiap tahun selalu bergerak di atas 7%.
Terlebih, pemerintah setiap tahun meningkatkan alokasi belanja kesehatan untuk program Jaminan Kesehatan Nasional. “Perlu didorong agar lebih banyak investasi yang masuk pada sektor farmasi.”
Menurutnya, investasi pada sektor hulu farmasi perlu masuk secara lebih massif karena sebagian besar bahan baku farmasi masih bergantung terhadap produk impor. “Terutama untuk active ingredients yang masih begitu tergantung impor. Perlu didorong agar active ingredients bisa mulai diproduksi di sini,” ujarnya.
Airlangga menyatakan pertumbuhan pasar farmasi berbanding lurus dengan kematangan kualitas pelayanan kesehatan. Menurutnya, nilai pasar produk farmasi di Indonesia menembus US$ 4,7 miliar atau setara dengan 27% dari total pasar farmasi di ASEAN.
“Dengan semakin stabilnya program jaminan kesehatan nasional, maka captive market sektor farmasi akan semakin besar,” ujarnya.