Bisnis.com, JAKARTA--Kasus tumpahan minyak Montara atau Montara Disaster akan kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 22 November mendatang.
Adapun sidang perdana perkara lingkungan ini telah digelar pada 23 Agustus lalu.
Gugatan ini datang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Pemerintah menggugat tiga perusahaan minyak Thailand yaitu The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTTEP AA) sebagai tergugat I, The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) selaku tergugat II dan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) sebagai tergugat III.
Pemerintah menuntut para tergugat untuk bertanggung jawab atas kerusakan linkungan yang disebabkan oleh tumpahnya minyak mentah.
Adapun tergugat I adalah operator kilang minyak. Sementara itu, tergugat II adalah head office atau induk usahanya dan tergugat III merupakan pemilik atau owner.
Baca Juga
Berdasarkan pantauan Bisnis, tergugat I tidak hadir dalam sidang perdana. Oleh karena itu sidang kedua dilanjutkan tiga bulan mendatang.
Pasalnya, tergugat I merupakan perusahaan asing yang tidak berada dalam wilayah Indonesia. Oleh karena itu, majelis hakim membutuhkan waktu untuk proses pemanggilan.
Ketiga perusahaan Thailand tersebut digugat karena menyebabkan kerusakan lingkungan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Tergugat I selaku operator dianggap lalai dalam mengoperasikan kilang minyak.
Kelalalaian tersebut menyebabkan meledaknya unit pengeboran West Atlas di ladang minyak Montara. Sehingga, terjadi kebocoran minyak mentah ke perairan Australia.
Melubernya minyak berlangsung selama 74 hari sejak 29 Agustus 2009 hingga 3 November 2009.
Limbah minyak ini kemudian menyebar ke perairan Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Atas dasar ini, Pemerintah mengajukan gugatan terkait kerusakan dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp 27,47 triliun kepada para penggugat.
Rinciannya, ganti rugi materiil senilai Rp23,01 triliun dan biaya pemulihan lingkungan Rp4,46 triliun.