Bisnis.com, JAKARTA—Dengan berakhirnya program Rehiring yang dilaksanakan oleh Pemerintah Malaysia pada 30 Juni 2017 lalu, Badan Nasional Penempatan & Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyerukan adanya evaluasi menyeluruh.
Pasalnya, program Rehiring dan pemberian Enforcement Card (E-Kad) sebagai kartu izin sementara hanya diikuti sebanyak 22% dari 600 ribu target pemerintah Malaysia.
Padahal di Malaysia ada sekitar 2,5 juta Pendatang Asing Tanpa Izin (PATI). Dari jumlah tersebut sebesar 1,25 juta merupakan warga negara Indonesia.
“Menurut perspektif pemerintah Indonesia, keikutsertaan Rehiring yang cukup rendah ini disebabkan oleh 3 (tiga) hal, yaitu dari sisi majikan yang tidak mau melakukan pemutihan karena tanggung jawab ada pada majikan, persyaratan mengikuti program Rehiring yang terlalu ketat sehingga TKI tidak memenuhi syarat, dan dari TKI itu sendiri yang tidak mau misalnya karena terkendala biaya,” kata Sekretaris Utama BNP2TKI Hermono, mengutip keterangan resminya, Senin (17/7).
Sejak 1 Juli 2017, Pemerintah Malaysia melakukan penegakan hukum melalui razia/operasi besar-besaran terhadap seluruh PATI di Malaysia. Total PATI yang ditangkap oleh pemerintah Malaysia adalah 3.014 orang dan majikan 57 orang, sedangkan jumlah WNI sendiri mencapai 695 orang.
Melihat lamanya proses hukum, dikhawatirkan terjadi kelebihan kapasitas di tahanan imigrasi Malaysia. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia menyampaikan tiga permintaan kepada pemerintah Malaysia.
“Pertama yaitu akses kekonsuleran. Kedua adalah jaminan agar TKI yang ditangkap mendapat perlakuan yang menghormati hak-hak mereka sejak penangkapan sampai pemulangan, serta percepatan prosesnya sebagaimana diketahui dalam proses deportasi biasanya 3-6 bulan”, jelas Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu, Lalu Muhamad Iqbal.
Untuk itu diharapkan, Pemerintah Indonesia dan Malaysia dapat duduk bersama untuk membahas masalah tersebut secara komprehensif.