Ada beragam upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi efek pemanasan global. Salah satunya melalui pembangunan gedung hijau yang memperhatikan sisi keberlanjutan dan efeknya terhadap lingkungan.
Pengembangan bangunan dan kota berkelanjutan saat ini juga tengah menjadi perhatian masyarakat di seluruh dunia. Pasalnya berdasarkan data Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), bangunan gedung selama ini diperkirakan mengonsumsi lebih dari sepertiga sumber daya yang ada di dunia, atau 12% dari total air bersih yang ada, dan menyumbang hampir 40% dari total emisi di bumi.
Indonesia juga berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara sukarela sebesar 26% sampai 2020. Bahkan, Indonesia optimistis penurunan ini dapat mencapai 41% jika dibantu dukungan pendanaan internasional.
Salah satu upaya pemerintah mewujudkan hal itu melalui penerbitan Peraturan Menteri PUPR Nomor 02/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau atau BGH untuk mendukung aksi pengurangan emisi gas rumah kaca ayang disebabkan oleh pengelolaan bangunan gedung.
Namun, penerapan aturan tersebut nyatanya tak semudah membalikkan telapak tangan. Ketua Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia Davy Sukamta menilai minimnya ketersediaan material konstruksi ramah lingkungan di dalam negeri membuat gedung perkantoran yang dikategorikan hijau hanya mampu memperoleh nilai konstruksi 6 hingga 7 poin.
Davy menjelaskan, gedung hijau harus memiliki sertifikat yang menggambarkan poin yang diperoleh berdasarkan kriteria hemat energi baik dari segi operasi, maupun proses konstruksi yang menggunakan material ramah lingkungan. Dia mencontohkan dari skala 1 hingga 100, proses konstruksi dapat menyumbang hingga 10 poin.Semakin banyak proses konstruksi menggunakan material ramah lingkungan, maka semakin tinggi poin yang diperoleh.
Sejauh ini, dia melihat biasanya gedung yang dibangun dengan predikat green and sustainable building merupakan gedung kantor yang akan disewakan kepada penyewa asing. Meski demikian, ada juga beberapa gedung pemerintah yang telah mendapatkan sertifikasi ini.
“Penyedia gedung perkantoran menyesuaikan dengan misi perusahaan asing, jadi mau tidak mau harus mengikuti tren go green supaya dapat penyewa,” jelasnya.
Ketua Green Building Council Indonesia (GBC) Siti Adiningsih Adiwoso menyatakan, sertifikasi gedung hijau yang diberikan oleh institusinya memiliki beberapa indikator, yaitu tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi, konservasi air, sumber dan siklus material, kualitas udara dan kenyamanan udara dalam ruang, serta manajemen lingkungan bangunan.
“Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain bangunan ramah lingkungan antara lain memanfaatkan cahaya alami matahari semaksimal mungkin, mengadakan ruang terbuka hijau sebesar 30% dari total luas lahan, dan jarak septic tank dari sumur air bersih minimal 15 meter, lebih panjang 5 meter dari angka ideal yang ditetapkan tahun lalu,” ujarnya.
Sejauh ini, GBCI telah memberikan sertifikasi gedung hijau (greenship) setingkat gold dan platinum kepada 15 gedung bangunan baru, 8 bangunan eksisting, 2 desain interior bangunan. Pihaknya juga memberikan pengakuan desain greenship kepada 23 desain bangunan. Lokasi bangunan yang tersertifikasi hijau ini kebanyakan berada di DKI Jakarta dan Jabodetabek.
Dia juga mengingatkan seluruh pihak untuk menyambut datangnya era healthy building pada 2020. Menurutnya, yang dimaksud dengan healthy building atau bangunan sehat adalah bangunan yang tidak hanya memenuhi kaidah ramah lingkungan, tetapi juga sekaligus memenuhi standar kesehatan penghuninya.
“Keberadaan pipa penting sekali di dalam healthy building. Tidak boleh ada kebocoran pipa. Berbagai unsur seperti kualitas udara, pengolahan sampah, dan konservasi air juga menjadi hal yang sangat diperhatikan,” ujarnya.
Unsur-unsur itulah yang dipenuhi oleh Gedung Utama Kementerian PUPR, sehingga berhasil mendapatkan sertifikasi Greenship Gold dari GBCI bersama-sama dengan German Center di Serpong BSD dan Kampus ITSB di Bekasi.
Berdasarkan situs resmi Kementerian PUPR, gedung utama tersebut juga meraih Penghargaan Penghargaan Efisiensi Energi Nasional ke-4 Tahun 2015 (PEEN ke-4 Tahun 2015) sebagai Juara I Sub Kategori Gedung Hijau.
Terkait penghematan energi dan air, salah satu gedung di lingkungan Kementerian PUPR yaitu Gedung Utama, menerima Penghargaan ASEAN Energy Awards 2016 sebagai Pemenang (Winner) dalam kategori Large Green Building, Green Building Awards. Penghargaan tersebut disampaikan oleh Organizing Committee dari ASEAN Energy Business Forum 2016 yang dilaksanakan di Myanmar pada 21 September 2016.
Hal ini berkat adanya pengembangan kampus dengan luas ruang terbuka hijau (RTH) yang lebih besar; zero run off; pembatasan sirkulasi kendaraan bermotor; jalur pejalan kaki yang terintegrasi, termasuk untuk difabel; pengembangan sistem Mekanikal, Elektrikal, Plumbing (MEP) serta manajemen persampahan yang terintegrasi.
Seperti halnya yang dikemukakan oleh GBCI, Gedung Utama Kementerian PUPR mengandalkan penerangan alami dari sinar matahari pada siang hari dan menerapkan sensor penerangan otomatis. Hal ini terbukti efektif menghemat listrik hingga 40%.
Gedung yang terdiri dari 17 lantai ini juga menerapkan sistem daur ulang penggunaan air untuk menghemat konsumsi air. Selain ruangan kantor, setiap lantainya juga dilengkapi dengan toilet, mushala dan tempat wudhu, pantry dan ruangan ibu dan anak (nursery) untuk memberikan kenyamanan pegawai yang membawa balita seperti keperluan menyusui atau pumping.
Bagi pegawai yang tidak bisa meninggalkan anaknya di rumah, Kementerian PUPR juga memberikan fasilitas tempat penitipan anak yang nyaman dan dekat dengan lingkungan tempat kerja para pegawai.
Selain hemat energi, lingkungan kampus PUPR juga didesain ramah bagi penyandang difabel dengan dibangunnya jalur landai dan jalur kuning tuna netra di area pejalan kaki dan memiliki taman dengan bangku-bangku sebagai ruang terbuka hijau.
Sementara, di area basement gedung utama di Kementerian PUPR, selain difungsikan untuk parkir kendaraan roda dua, juga dilengkapi dengan fasilitas pusat kebugaran dan area latihan pertunjukan seperti pargelaran wayang.
Untuk masalah keamanan, saat ini seluruh gedung di kampus PUPR telah dilengkapi dengan sensor kartu akses masuk sehingga setiap tamu yang datang harus menukarkan tanda pengenalnya dengan tanda pengenal tamu agar setiap tamu dapat terdata setiap harinya. Setiap lantai pada gedung utama Kementerian PUPR juga dilengkapi dengan pintu keluar darurat.
Pembangunan Gedung Utama Kementerian PUPR ini menjadi bukti komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Tak hanya menerbitkan regulasi, nyatanya pemerintah juga memberikan keteladanan yang diharapkan dapat ditiru oleh pengembang dan seluruh lapisan masyarakat, sehingga dampak positifnya terhadap lingkungan menjadi lebih signifikan.